tepuk Pramuka koh koko, bukan tepuk muka orang
Penduduk asli, masyarakat adat,
warga pribumi totok, kaum bumiputera, putra-putri asli daerah. Negara agraris
menjadikan mereka ahli bercocok tanam. Salah langkah menuju bak kerbau dicucuk
hidungnya. Salah alamat malah ahli cekcok mulut.
Ekonomi kreatif berbasis industri
rumah tangga kerakyatan. Ujung jari tangan menjadi penyalur utama aspirasi,
inspirasi dan hajat isi perut. Adonan lambung keluar liwat jasa mulut maupun
berupa kentut.
Langkah langka mengaplikasikan
kecerdasan buatan sampai realitas virtual kian jenuh tapi tak menjemukan. Semakin
basi malah kian tak membosankan. Pelakunya saja adem ayem tanpa merasa bersalah,
mosok orang lain belingsatan. Semakin dikritisi, malah
menjadi-jadi.
Peringkat NKRI di skala dunia
tergantung daya kinerja perangkat negara. Ambisi politik menjadikan manusia
politik gemar diangkat-angkat, disanjung. Tak sabar menanti pengkobar semangat
pengangkatan, serta merta angkat muka secara mandiri.
Angkat bicara tak digubris. Bak lawak
politik yang sudah bisa ditebak jalan cerita maupun babak belurnya. Hitungan menit
di akhir laga, sebagai faktor penentu. Siapa akan menjadi apa. Siapa yang akan
diapakan. Tak perlu unjuk muka. Amal politik sangat menentukan nasib di barisan
elit partai.
Semakin menanjak, harus kuat
menggelantung. Pijakan kaki sudah direbut teman satu kamar. Lengah sedikit,
kursi tumbang.
Tersisa doa rakyat. Walau dicabut akar serabutnya, tetap membumi.
[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar