Halaman

Selasa, 02 Mei 2017

penananaman modal asing berbanding lurus dengan membengkaknya TKA



penananaman modal asing berbanding lurus dengan membengkaknya TKA

ADA FAKTA
Ayo simak cuplikan utuh berita di bawah ini :
“Jokowi Minta Investor Cina tak Bawa Banyak Pekerja ke Indonesia”
Rep: Kamran Dikarma/ Red: Hazliansyah
Republika/ Wihdan
Presiden Joko Widodo
REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Sabtu , 29 April 2017, 13:56 WIB. Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta investor Cina di Indonesia membangun kemitraan jangka panjang dan tidak membawa banyak pekerja dari negara asalnya. Hal itu dilakukan agar tercipta lebih banyak pekerjaan untuk masyarakat Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Jokowi sesaat sebelum kunjungan kenegaraannya ke Hong Kong. Seusai singgah di Manila, Filipina, untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, Sabtu (29/4), Jokowi memang dijadwalkan akan bertolak ke Hong Kong pada Ahad (30/4).

Dalam wawancara eksklusif dengan South China Morning Post (SCMP), Jokowi menyampaikan apresiasi terhadap perusahaan Hong Kong yang berinvestasi di Indonesia. "Investor Hong Kong kami sangat kuat. Mereka percaya pada investasi jangka panjang. Mereka menghormati hukum, budaya, dan masyarakat kita," katanya seperti dilaporkan laman SCMP, Jumat (28/4).

Jokowi berharap hal itu juga dapat dipraktikkan oleh para investor dan perusahaan Cina. Terlebih bila melihat pertumbuhan investasi Cina di Indonesia yang meningkat lebih dari 300 persen atau senilai 2,7 miliar dolar Amerika Serikat sejak 2015 lalu.

Selain investasi jangka panjang, pokok lain yang disorot Jokowi adalah perihal tenaga kerja. Ia meminta agar Cina tidak terlalu banyak membawa tenaga kerja dari negaranya. "Saya sampaikan kepada investor Cina bahwa mereka seharusnya tidak membawa terlalu banyak pekerja ke negara kami. Karena kami di Indonesia masih memiliki banyak tenaga kerja yang belum tergarap," ucapnya.

Bila tenaga kerja yang dibutuhkan investor Cina bersifat teknis, Jokowi mempersilakan mereka untuk membawa dari negara asalnya. "Kalau itu keahlian teknis, mereka dipersilakan membawa pekerjanya sendiri, tapi Indonesia punya banyak pekerja," ujar Jokowi.

Dalam wawancara di Istana Negara di Jakarta, Jokowi mengatakan bahwa investor Cina akan terus disambut. Tapi ia menekankan perlunya para investor menunjukkan komitmennya kepada Indonesia dengan mengikis penggunaan tenaga kerja mereka sendiri, lalu memprioritaskan tenaga kerja lokal.

Pada 2016 lalu, Cina menempati posisi ketiga sebagai investor terbesar di Indonesia di bawah Jepang dan Singapura. Padahal pada 2015 lalu, Cina hanya menempati posisi kesembilan.

Minat investor Cina untuk berinvestasi meningkat setelah Presiden Cina Xi Jinping mengunjungi Indonesia pada 2013 lalu. Jokowi sendiri setidaknya telah lima kali bertemu dengan Xi Jinping. Keduanya diprediksi akan bertemu kembali dalam forum ekonomi internasional One Belt, One Road yang digagas Cina. Forum tersebut rencananya digelar pada 14-15 Mei mendatang.

Dalam kunjungannya selama dua hari ke Hong Kong, Jokowi dikabarkan akan melakukan pertemuan tertutup dengan para pemimpin bisnis dan pengusaha terkemuka di sana. Termasuk pemimpin Kerry Group, Jardine Matheson, Hutchison, Swire, HSBC, dan Bank of China.

FAKTA DI ATAS FAKTA
Di saat kunjungan kenegaran ke Amerika Serikat, di hadapan Barack Obama, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan keiinginan Indonesia untuk bergabung dalam perjanjian dagang Trans Pacific Partnership (TPP). Padahal perjanjian dagang TPP akan berpotensi menggilas hak-hak masyarakat dan di sisi lain mengharuskan Indonesia melakukan liberalisasi secara ugal-ugalan sistem perekonomian negara yang bertentangan dengan Konstitusi UUD 1945, khususnya Pasal 33 UUD 1945.

Perjanjian Trans Pacific Partnership (TPP) pada saat presiden AS Barack Obama. Sekarang, selain ada imperialis putih, berlaku pula imperialis kuning yang sudah akrab dengan pemerintah 2014-2019. Tepatnya sejak 2012-2017 imperialis kuning sudah kontrak politik dengan NKRI mulai dari ibukota NKRI.

Membaca subjudul ADA FAKTA, tersurat dan tersirat peluang asing, negara asing, untuk menanamkan modal politik/ideologi di Nusantara. Kemanfaatannya tentu hanya pihak terkait dan terlibat langsung yang busa, mampu merasakannya. Secara kuantitas mungkin hanya seberapa gelintir dari ratusan juta penduduk Indonesia. Karena permainan politik tingkat tinggi, jangan heran rakyat akan dikorbankan. 

Sudah rahasia generasi yang belum lahir, bahwasanya memang fakta kalau Joko Widodo mau melaju di pilpres 2017, tentu biaya politiknya skala nasional susah ditetapkan atau diprediksi dalam angka. Cuma asumsi atau perkiraan berdasarkan kalkulasi politik yang menentukan. Kalau suara pemilih ada “harga”-nya, di atas kertas bisa diprakirakan besarnya kebutuhan dana. Belum kalau dihitung biaya transportasi bagi pembagi.

Tak heran, jika Joko Widodo sangat mendambakan uluran tangan dari pemodal politik asing. Lebih dari pesta demokrasi 2014. Yang diandalkan lagi tentunya “kebaikan hati” dari negara paling bersahabat.

FAKTA TERANG-BENDERANG
Anggap saja, asumsi sederhana tak perlu survei tanpa survei, tanggalkan ilmu politik yang hanya di atas kertas. Pasca putaran kedua pilkada DKI Jakarta, Rabu 19 April 2017, babak ini akan semakin terang-benderang, sebagai langkah konstitusional di akhir paruh periode Jokowi plus/minus JK. Kekuatan rakyat hanya pada doa bersama mengetuk pintu langit.

Rakyat mau ikut-ikutan main politik uang, jelas kalah sebelum berlaga. Mau bergerak, bangkit, revolusi dengan people power  pasti akan dihadiahi pasal makar, kudeta, penggulingan kekuasaan pemerintah yang sah.[HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar