Pancasila
dan nyawa saringan
Tolok ukur suksesnya
pejuang politik Nusantara, jika berhasil mengkibarkan bendera partai
politiknya di istana negara. Kembali ke peristiwa pesta demokrasi 2014. Juara umum
pemilihan umum legislatif april 2014, tidak siap mental untuk menang. Tidak punya
kader unggulan kategori “orang dalam” yang siap berlaga di pemilihan umum
presiden juli 2014.
Tahap sejarah
berikutnya membuktikan parpol dimaksud mampu menyediakan stok untuk kursi
pembantu presiden. Kalau bukan karena politik transaksional, politik balas
jasa, balas budi, mau tak mau presiden mau menerima “kader terbaik” yang menang
merek atau menyandang merek menang.
Ditarik benang
merah antar pemerintah, antar periode, maka periode 2014-2019, seolah negara
selain sebagai negara multipartai, dikenal dengan negara multipilot.
Paruh akhir
periodenya Jokowi plus minus JK, sudah ada indikasi, gejala awal ambisi politik
apkiran untuk lanjut ke 2019. Seolah-olah terjadi saringan bagaimana bukan
untuk sekedar sampai akhir periode dengan WTP.
Apa yang
terjadi kawan. Akumulasi dampak tindak pidana korupsi, utang luar negeri, penanaman
modal asing atau apa saja kiat saja mencari dana asing, walhasil, generasi yang
belum lahir, bahkan calon orangtuanya malah belum lahir, terbebani dosa politik
tujuh turunan. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar