dicari,
calon pemeran Indonesia saat ini
Tidak sekedar
adegan demi adegan. Sudah sejibun episode, serial bersambung dari Sabang sampai
Merauke, dari Miangas hingga pulau Rote. Tampak nyata wajah rakyat Indonesia,
tampak jelas sosok masyarakat adat sampai profil roman muka masyarakat di tepi
kota, pojok desa, di daerah pinggiran yang semangkin terpinggirkan.
Hingar-bingar
politik dilengkapi wajah sangar pemain politik di pentas lokal, tampak garang
garing. Kumpulan wakil rakyat Nasional karena luasnya tanah air, akan ditambah
15 kursi. Watak aseli apa saja yang berhasil digali di bumi pertiwi. Apakah akan
mewakili peradaban asing yang sebentar lagi akan bermain secara formal, legal, konstitusional
di panggung Nusantara.
Peradaban impor
sudah lama merasuki jiwa bangsa, mengkontaminasi alur pikir, ragam ucap dan
pola tindak anak bangsa sejak dalam kandungan.
Sulit tebak
dialami rakyat secara alami. Sudah membedakan mana tokoh satria dan mana tokoh
raksasa. Kustom semua pemain sama. Atribut partai dan busana seragam kebesaran
yang hanya beda warna.
Rambu lalin
bertengger di mana saja masih dilibas, apalagi kebijakan di atas kertas,
langsung lenyap tanpa bekas. Akhirnya Nusantara krisis skenario yang digali
dari kehidupan rakyat.
Akhirnya tanpa
komando, tanpa aba-aba, setiap oknum penyelenggara berkeliaran bebas, blusukan
sampai lokasi “jalma mara jalma mati”
sekedar cari wangsit. Plus pulang lebih sakti, digdaya, mandraguna.
Bukannya calon
penonton yang berjubel antri beli tiket di loket umum. Tapi malah pemain
cadangan sudah siap makar, kudeta. Kalau tidak segera naik pentas, akan bersegera,
bergegas membuat pentas tandingan. Wong podo
kéréné, malah saling pamér.
Hadapi laga kandang
2019, investor politik, bandar politik, cukong politik sudah mulai membidik
bakal calon potensial. Sistem pengkaderan, rekrutmen di internal sebuah partai
politik tak berlaku, tidak dianggap sebagai produk resmi. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar