#balaMukiyo, pasang badan vs pagar betis
Syahwat politik
nusantara sudah sedemkiannya. Sehingga oknum pelaku, pegiat, petugas partai
sudah tidak mampu membedakan mana kaki, mana tangan. Obrolan sampai obralan
basa-basi sudah basi tetap disuguhkan.
“Kue Nasional” versi
Orde Baru. Dimodifikasi sesuai tatanan rezim politik reformasi. Bahan baku
aneka bahan, bumbu aneka rasa dioplos jadi satu. Adukan adonan suka-suka. Semua
pihak ingin didahulukan. Akhirnya “kue nasional” versi reformasi menjadi rasa
dunia. Untungnya, kata wong Jawa, tersaji dalam aneka bentuk dalam satu bentuk
utuh.
Busana kebesaran
nusantara mengakomodir semua jenis bahan. Mengadop berbagai model yang sedangngehit,
ngetop, ngetren di negara maju. Semua warna pelangi terwakili. Diputar dengan
kecepatan tertentu akan menampilkan satu warna, yaitu warna putih. Digelar akan
tampak warna dasar merah.
Guyon parikeno atau
sindiran halus sudah bukan zaman. Tunjuk hidung langsung sudah tak mempan. Satu
pulau bergolak, dianggap ruas di jari manis sedang sakit. Masih ada jari yang
lain. Kepala negara dengan daya politik lokalnya, mengucapkan selamat kepada
kepala daerah yang terpilih di pilkada. Seperti kurang kerjaan. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar