Takut Miskin,
Jangan Jadi Wakil Rakyat
Jawaban
diplomatis, sudah sedemikan hafalnya akan meluncur deras dari mulut wakil
rakyat, nyaris tanpa koma. Paling top jika ditanya idealismenya mau-maunya mau
jadi wakil rakyat.
Pertanyaan yang
sama, namun beda penanya, jawabannya menyesuaikan. Tampak cerdas jika ikut
tayangan pada acara jumpa wakil rakyat di media TV swasta. Walau tanpa ditanya,
akan membeberkan niat, minat, cita-cita luhur sampai pasal idealisme mengapa
pilih jalur sebagai wakil rakyat.
Agaknya belum ada
penelitian, survei, jajak pendapat atau metode acak untuk mencari fakta pasal idealisme
wakil rakyat.
Ironis binti
miris, wakil rakyat yang karirnya berjenjang mulai dari wakil rakyat kabupaten/kota
meningkat menjadi wakil rakyat provinsi, malah semakin jauh dari rumusan idealisme.
Maksudnya, mereka menjalani nasib sebagai wakil rakyat, memang sudah jalan
hidupnya.
TATA KRAMA
Perkembangan peradaban
menjadikan semula yang masuk kategori ‘ora ilok’ menjadi versi mutakhir yaitu ‘yèn isin ora isi’.
Ada semboyan
malu-malu mau. Mulanya malu-malu, lama-kelamaan menjadi malu-maluin. Tak tahu
malu, belum berakhir di sini saja. Bahkan berbuat yang memalukan, namun
konstitusional, malah sebagai pasal kebanggaan. Menjadi lagu wajib sebagai sisi
lain kebijakan partai.
Singkat kata,
manusia politik harus punya mental baja. Soal malu itu malah merugikan. Ingat
pasal: “Apa guna malu. Malu tak ada gunanya”. Tertangkap basah semacam OTT KPK,
atas perbuatan yang memalukan, ybs malah bangga. Menjadi pahlawan ideologi bagi
partainya.
Betul, kata
pengamat atau hasil survei, kalau mengambil barang orang lain yang bukan haknya
– lihat dulu pelakunya. Korupsi tidak masuk pasal mencuri. Apalagi tidak ada
ikatan, kaitan dengan budaya malu.
Korupsi di
Nusantara didominasi akibat adanya hubungan diplomatik, hubungan multilateral dengan
biaya politik maupun konspirasi, skenario, rekayasa politik. Karena manusia
politik tidak bisa main sendiri.
BALIK BADAN
Namanya manusia
politik. Agar tampak beda, atau agar atraktif, berujar tentang rasa
idealismenya. Memakai perandaian, jika masuk sebuah partai politik. Semakin membeberkan
fakta bahwa puncak pengabdian di tubuh partai politik, jika sudah bisa menduduki
kursi wakil rakyat. Jika mampu meraih kursi kepala daerah. Jika dipercaya
karena nilai jualnya layak mengisi kursi
pembantu presiden. Top karir dengan tenang duduk di singgasana kepala negara.
Memang tersedia
jalur cepat menjadi wakil rakyat di Senayan, Jakarta. Tidak harus digodog di
kabupaten/kota maupun provinsi. Tidak harus merintis dan bermain cantik di
semua lini.
Asal punya tiket
langsung ke Senayan. Resep jitunya hanya ybs yang tahu luar dalam. Modus apa
saja yang dilakukan. Pengorbanan apa saja yang disajikan. Relasi apa saja yang
harus dibangun. Mental atau moral apa saja yang harus dikantongi. Aturan main
apa saja yang harus ditaati.
Perjalanan nasib
sebagai wakil rakyat, walau telah taat rambu-rambu, belum tentu mulus sampai
final. Walau aman sampai satu periode, bahkan dua periode. Namun bukan berarti
aman dan tentram. Bola politik semakin
panas, semakin liar.
Mulanya kawan. Karena
beda nasib, bisa menjadi lawan. Awalnya kompak sebagai sekutu. Akibat beda
curah hujan, menjelma menjadi seteru.
EVALUASI DIRI
Agar konsentrasi,
fokus pengabdian tidak terganggu, maka wakil rakyat dilarang merangkap jabatan.
Sebaliknya, tidak ada larangan profesi semula untuk tetap dijalankan dengan
seksama, bijak serta berdaya guna, berhasil guna.
Rakyat bernasib
kurang beruntung jangan bermimpi jadi wakil rakyat. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar