Halaman

Kamis, 19 April 2018

kewajiban sebagai presiden vs loyalitas sebagai petugas partai


kewajiban sebagai presiden vs loyalitas sebagai petugas partai

UUD NRI 1945 yang bernasib mengalami 4 (empat) kali perubahan, menyuratkan pasal sumpah dan atau janji Presiden dan Wakil Presiden. Tersurat :

Pasal 9
(1)      Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan MajelisPermusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut :

Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :
“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.”

Janji Presiden (Wakil Presiden) :
“Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.

Anak bangsa pribumi, kalangan bumiputera, putera puteri asli daerah maupun penduduk, rakyat, warga negara, masyarakat, keluarga NKRI, tak perlu menghafalkan Pasal 9 di atas.

Setelah melaksanakan sumpah janji sebagai presiden, amak aka nada pidato. Saya copas 2 (kalih) alenia pertamanya saja.

Pidato Presiden Joko Widodo pada Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, di Gedung MPR, Senayan, Jakarta, 20 Oktober 2014. Oleh: Humas ; Diposkan pada: 20 Oct 2014 ; 20947 Views Kategori: Transkrip Pidato

Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,

Yang saya hormati para Pimpinan dan seluruh Anggota MPR,
Yang saya hormati Wakil Presiden Republik Indonesia,
Yang saya hormati Bpk. Prof. dr. B.J. Habibie, Presiden Republik Indonesia ketiga,
Yang saya hormati Ibu Hj. Megawati Soekarno Putri, Presiden Republik Indonesia kelima,
Yang saya hormati Bpk. Try Soetrisno, Wakil Presiden Republik Indonesia keenam,
Yang saya hormati Bpk. Hamzah Haz, Wakil Presiden Republik Indonesia kesembilan,
Dan yang saya hormati Bpk. Prof. dr. Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia keenam,
Bpk. Prof. dr. Boediono, Wakil Presiden Republik Indonesia kesebelas,
Yang saya hormati Ibu Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid,
Yang saya hormati rekan dan sahabat baik saya Bpk. Prabowo Subianto dan Bpk. Hatta Rajasa,
Yang saya hormati para Pimpinan Lembaga-lembaga Tinggi Negara,
Yang saya hormati dan yang saya muliakan Kepala Negara dan Pemerintahan serta Utusan Khusus dari negara-negara sahabat,
Para tamu undangan yang saya hormati,

Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air,
Hadirin yang saya muliakan,

Baru saya kami, Jokowi dan JK, mengucapkan sumpah. Sumpah itu memiliki makna spritual yang amat dalam, yang menegaskan komitmen untuk bekerja keras mencapai kehendak kita bersama sebagai bangsa yang besar. Ini saatnya kita menyatukan hati dan tangan, ini saatnya kita bersama-sama melanjutkan ujian sejarah berikutnya yang maha berat yakni mencapai dan mewujudkan Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam berkebudayaan. Saya yakin tugas sejarah yang maha berat ini akan bisa kita pikul bersama-sama dengan persatuan, dengan gotong royong, dan dengan kerja keras. Persatuan dan gotong royong adalah syarat bagi kita untuk menjadi bangsa besar. Kita tidak akan pernah besar jika terjebak dalam keterbelahan dan keterpecahan. Dan kita tidak pernah betul-betul merdeka tanpa kerja keras.

Pemerintahan yang saya pimpin akan bekerja untuk memastikan bahwa setiap rakyat di seluruh pelosok tanah air merasakan kehadiran pelayanan pemerintahan. Saya juga mengajak seluruh lembaga negara untuk bekerja dengan semangat yang sama dalam menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing. Saya yakin negara ini akan semakin kuat dan berwibawa jika semua lembaga negara bekerja memanggul mandat yang telah diberikan oleh konstitusi kita. Kepada para nelayan, para buruh, para petani, para pedagang bakso, para pedagang asongan, supir, akademisi, guru, TNI, Polri, pengusaha, dan kalangan profesional, saya menyerukan untuk bekerja keras bahu membahu, bergotong royong, karena inilah momen sejarah bagi kita semua untuk bergerak bersama, untuk bekerja, untuk bekerja dan bekerja.

. . . . . . . . . . . . . . . . .

Jelas tak jelas, apa saja bentuk nyata dari batasan “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia sampai serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.”

Apa rumusan sederhana kewajiban Presiden Republik Indonesia.

Secara awam, pemerintah dipastikan akan melaksanakan pembangunan nasional. Semisal di periode 2014-2019, dengan berdasarkan Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019.

Jangan lupa, pasca sumpaj janji, otomatis argo politik berpacu dengan waktu. Janji kampanye, khususnya kesepakatan dengan investor politik, sudah menanti. Tersurat dan tersirat sebagai penjabaran dari visi, misi dan program Presiden hasil Pemilihan Umum tahun 2014.

Uji nyali pertama adalah membentuk barisan pembantu presiden alias kabinet. Terlihat mana yang anak manis, anak mama sampai yang penuh gaya, pamer aksi, jual tampang.

Jadi kalau presiden siaga penuh 24 jam, karena walau untuk urusan bukan untuk kepentingan negara, jabatan presiden tetap melekat.

Soal partai politik pengusungnya merasa bahwa Jokowi sebagai hak miliknya. Rakyat maklum akam kecerdaan ideologi sang oknum ketua umum. Apalagi ditunjang dengan hak prerogatif sebagai oknum ketua umum sebuah perusahaan keluarga.

Kinerja presiden yang seolah selalu hadir di setiap masalah masyarakat, dengan sedikit gaya, pamer itu adalah kewajiban. Mau swafoto, itu pencitraan, tebar pesona yang bak membuktikan mawar melati di manapun tetap semerbak. Tak perlu adegan, acara, atraksi  settingan.

Jadi, isitilah pemaknaan (lihat UU 20/2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan) :
«   perjuangan, pengabdian, darmabakti, dan karya yang luar biasa kepada bangsa dan negara.
«   berjasa dan berprestasi luar biasa dalam mengembangkan dan memajukan suatu bidang tertentu yang bermanfaat besar bagi bangsa dan negara.
«   atas darmabakti dan kesetiaan yang luar biasa terhadap bangsa dan negara.

Tak berlaku bagi seorang presdien dan atau wakil presiden. Justru memang wajib berbuat seperti itu. Kalau ybs merasa. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar