Halaman

Kamis, 26 April 2018

Dilema Ideologi Pegawai ASN, Bebas Intervensi Politik vs Birokrasi Produk Politik


Dilema Ideologi Pegawai ASN, Bebas Intervensi Politik vs
Birokrasi Produk Politik

Baca kilas surat dari Komisi Aparatur Sipil Negara (Indonesian Civil Service Commission), Nomor : B-2900/KASN/11/2017, tertanggal Jakarta, 10 November 2017, hal Pengawasan Netralitas Pegawai ASN pada Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2018. Terasa ada yang kurang sajèn. Ada sesuatu yang ditutupi dengan sengaja dan seksama.

Singkat saja kawan. Adalah K/L/D/I yang mana dimana keberadaannya, eksistensinya tergantung dari partai politik pemenang pesta demokrasi. Sebut saja pemilu legislatif, pilpres maupun pilkada. Sudah rahasia umum bagaimana warna politik akan menentukan ‘siapa jadi apa’.

Di tahun politik 2018 dengan pilkada serentak, netralitas pegawai ASN menjadi berita. Menjadi obyek temuan.

Peran klasik, posisi maupun nasib pegawai ASN yangg terdiri dari  Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS  dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK, tidak bisa bebas aktif. Seolah tak bisa lepas dari dinamika praktik demokrasi. Khususnya kekuatan politik, parpol pemenang pesta demokrasi yang sedang naik daun, berkuasa.

Bukannya pegawai ASN tak punya jati diri. Wajar kalau dianggap bahwa kadar layak dan patutnya diukur dengan kacamata politik. UUD NRI 1945 sampai produk hukum turunannya sesui jenis dan hierarkinya, sedemkian rinci – bahkan rigid atau kaku –  mengatur ruang gerak pegawai ASN. Pada gilirannya, pegawai ASN dengan asas patuh, setia, taat, loyal  bagaikan robot hidup.

Sejarah “nasib” PNS di zaman Orde Baru, agaknya akan tetap bergulir. PNS mengalami proses kuningisasi. Bahkan ada seloroh, PNS boleh ikut partai politik pilihannya. Asal saat pemilu wajib coblos Golkar.

Tradisi profesi “plat merah” yang dikotak-kotakkan oleh sistem politik. Sehingga orientasi PNS kepada orang, bukan kepada sistem.  Distribusi PNS masih didominasi yang berada di pemerintah daerah. Tak heran kalau pilkada serentak 2018, pegawai ASN siap menjalankan kebijakan pimpinan. Namanya bawahan, kalau tidak ikut perintah atasan. Siapa yang akan dituruti!!!

JERUK MAKAN JERUK
Pegawai ASN yang adalah juga penyelenggara negara, aparat birokrasi, abdi pemerintah sampai sebutan yang situasional, bagaimanapun juga tak akan lepas dari intervensi politik. Terasa nyata dengan PP 11/2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, sudah menyuratkan dengan nyata dan benderang di Pasal 1 ayat 1 :
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1.     Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah pengelolaan pegawai negeri sipil untuk menghasilkan pegawai negeri sipil yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Penjelasan tentang “bebas dari intervensi politik” tak dijelaskan dalam PP dimaksud. Artinya, sudah rahasia umum. Sesuai pasal tak tertulis ‘tahu sama tahu’.

Memang demikian adanya kalau efek domino pesta demokrasi lima tahunan, khususnya pemilihan presiden dan/atau pemilihan kepala daerah, pihak yang mendapat dampak, imbas pertama dan utama bahkan menerus adalah pegawai ASN. Contoh nyata saat pembentukan kabinet. Para pembantu presiden diambil dari unsur orang partai berimbang dengan profesional dan atau kombinasinya.

Artinya, dimanapun pegawai ASN mengabdikan dirinya, akan selalu berada di tempat yang merupakan fungsi politik.

Akhirnya, asas uji kelayakan dan kepatutan menjadi uji keloyalan dan kepatuhan.

GOL BUNUH DIRI
Setiap ganti pimpinan, ganti kebijakan. Namun dengan Manajemen PNS sudah tersurat dan tersirat bahwa PNS masih menapak ke bumi. Pada dimensi sebagai abdi masyarakat, PNS tak masuk rumusan semakin jauh dari rakyat berbanding lurus dengan terdegrdasinya nilai-nilai Pancasila.

Tergantung PNS dalam menentukan jati diri dan posisinya. Mau ikuit arus tapi tak terbawa arus. Atau memanfaatkan kesempatan yang hanya datang sekali.

Jangan lupa kawan. Keberadaan pegawai ASN di “kandang kambing”, untuk mengembik saja sudah ada aturan mainnya. Tidak bisa asal mengembik. Sudah ada kode etik baku tak tertulis. Apalagi jangan coba-coba untuk mengaum. Atau menyempal dari barisan. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar