ironi kadar politik anak
bangsa pribumi, di antara menyanjung dan menjunjung
Sistem politik yang berwujud partai
politik, menjadikan orientasi anggota hanya kepada orang. Bukan kepada sistem. Khususnya
kepada pendiri parpol, ketua umum, investor atau penyandang dana.
Daya tarik parpol lebih ditentukan siapa
saja yang sudah aman dan betah bertengger. Kondisi ini dimanfaatkan seutuhnya
oleh pesohor yang mau banting stir. Atau secara awam, kesempatan bagi pihak atau
oknum yang ingin mencari nafkah, peruntungan, adu nasib.
Bukan jaminan bagi parpol yang sudah
pernah mencetak presiden, wakli presiden, menteri akan berdaya tarik tinggi. Karena
semakin banyak orang berbobot di tubuh sebuah parpol akan berbanding lurus dengan
daya cetak koruptor.
Parpol yang menawarkan sukses dunia,
nikmat dunia memang menjadi incaran anak bangsa yang berjiwa spekulan. Tidak harus
antri justru menjiwai tukang politik yang sudah kenyang asam garam.
Jangan lupa parpol tradisional,
konvensional masih banyak penggemar dan masih selalu akan dicari.
Singkat cerita untuk mempersingkat
derita politik bangsa. Nyata-nyatanya di periode 2014-2019, yang ahli cuap,
ahli ucap. Oknum atau kawanan spesialis umbar ujaran kebencian, ujaran
kebodohan atau garang-garing yang laku.
Memanfaatkan kemajuan TIK, memakai
sarana sosial media, face book atau sejenisnya, banyak ocehan, celetukan,
suitan bak kentut. Semakin mereka bisa tampil seolah merasa semakin eksis. Diperhitungkan
hasil peras otaknya.
Simpul awal sederhana, bukan karena
salah makan, maka lahirlah generasi yang hanya ahli sesuai judul. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar