Halaman

Senin, 16 April 2018

ironi kadar politik anak bangsa pribumi, di antara menyanjung dan menjunjung


ironi kadar politik anak bangsa pribumi, di antara menyanjung dan menjunjung

Sistem politik yang berwujud partai politik, menjadikan orientasi anggota hanya kepada orang. Bukan kepada sistem. Khususnya kepada pendiri parpol, ketua umum, investor atau penyandang dana.

Daya tarik parpol lebih ditentukan siapa saja yang sudah aman dan betah bertengger. Kondisi ini dimanfaatkan seutuhnya oleh pesohor yang mau banting stir. Atau secara awam, kesempatan bagi pihak atau oknum yang ingin mencari nafkah, peruntungan, adu nasib.

Bukan jaminan bagi parpol yang sudah pernah mencetak presiden, wakli presiden, menteri akan berdaya tarik tinggi. Karena semakin banyak orang berbobot di tubuh sebuah parpol akan berbanding lurus dengan daya cetak koruptor.

Parpol yang menawarkan sukses dunia, nikmat dunia memang menjadi incaran anak bangsa yang berjiwa spekulan. Tidak harus antri justru menjiwai tukang politik yang sudah kenyang asam garam.

Jangan lupa parpol tradisional, konvensional masih banyak penggemar dan masih selalu akan dicari.

Singkat cerita untuk mempersingkat derita politik bangsa. Nyata-nyatanya di periode 2014-2019, yang ahli cuap, ahli ucap. Oknum atau kawanan spesialis umbar ujaran kebencian, ujaran kebodohan atau garang-garing yang laku.

Memanfaatkan kemajuan TIK, memakai sarana sosial media, face book atau sejenisnya, banyak ocehan, celetukan, suitan bak kentut. Semakin mereka bisa tampil seolah merasa semakin eksis. Diperhitungkan hasil peras otaknya.

Simpul awal sederhana, bukan karena salah makan, maka lahirlah generasi yang hanya ahli sesuai judul. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar