dilema
tahun politik, skenario istana vs suara rakyat
Jangan diartikan bahwa istana
presiden menjelma menjadi bak beteng, kubu menghadapi serangan musuh dari luar.
Karena istana presiden adalah lambang tempat kerja presiden saat melaksanakan pasal
hak, kewajiban, wewenangnya. Musuh bisa datang dari mana saja, kapan saja.
Pusat dan lambang supremasi kekuasaan
pemerintahan yang tentunya steril dari jangkauan mata dan tangan rakyat. Hanya manusia
Indonesia dengan kualifikasi tertentu bisa masuk atau diterima di istana. Semakin
kuasa, kaya, kuat manusia pendatang, penengok akan menentukan klas penyambutan
di istana.
Jangan heran jika ada tamu agung,
tamu istimewa, sebagai tamu yang diundang atau sekedar mampir menengok, akan
diterima dengan gelaran pasukan kehormatan dan gelaran karpet merah.
Agar tampak merakyat, selain modus
blusukan tematik. O iya kawan, jangan lupa dengan muatan pada Perpres 2/2015
tentang RPJMN 2015-2019 disebutkan dengan terang benderang bahwa Penguatan
efektivitas komunikasi dan dialog langsung/blusukan untuk memberikan efek
kejutan bagi rakyat dan birokrasi bahwa presiden tetap hadir dalam setiap
persoalan mereka.
Artinya, rakyat dipersilahkan
menghadirkan pesolan mereka ke istana. Presiden ingin membuktikan bahwa
ketulusannya dengan tanga terbuka siap menerima rakyat. Tentunya akan meliwati
pasal protokeler. Atau presiden dengan sengaja mengadakan acara jumpa rakyat. Misal
menerima duta bangsa yang telah mengharumkan nama bangsa di kancah internasional.
Saking terbukanya, maka
penyelenggara negara yang sedang terkena kasus hukum, melakukan pisowanan ke istana. Tak kurang
manusia ekonomi supernasional tanpa terjadwal bisa bebas melenggang kangkung di
istana. Kalau oknum loyalis, lepas dari pengendusan awal media berbayar.
Seolah, istana kepresidenan menjadi
penentu nasib rakyat selama periode sedang berlangsung. Berkat ramua ajaib
revolusi mental, diperkuat obat kuat tradisional dari investor politik, maka
istana menjadi markas politik. Fungsi utamanya adalah memperkuat langkah
politik konstitusional untuk berlanjut ke periode terakhir.
Ramalan politiknya bahwa rakyat
diharapan akan mantuk-mantuk tanda setuju. Berdasarkan pengalamannya ketika
dielus-elus oleh investor politik supernasional maupun terkhususnya investor
politik dari negara paling bersahabat, maka tinggal mantuk-mantuk. Sendiko dawuh. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar