Halaman

Kamis, 07 Desember 2017

dilema tahun politik, skenario istana vs suara rakyat



dilema tahun politik, skenario istana vs suara rakyat

Jangan diartikan bahwa istana presiden menjelma menjadi bak beteng, kubu menghadapi serangan musuh dari luar. Karena istana presiden adalah lambang tempat kerja presiden saat melaksanakan pasal hak, kewajiban, wewenangnya. Musuh bisa datang dari mana saja, kapan saja.

Pusat dan lambang supremasi kekuasaan pemerintahan yang tentunya steril dari jangkauan mata dan tangan rakyat. Hanya manusia Indonesia dengan kualifikasi tertentu bisa masuk atau diterima di istana. Semakin kuasa, kaya, kuat manusia pendatang, penengok akan menentukan klas penyambutan di istana.

Jangan heran jika ada tamu agung, tamu istimewa, sebagai tamu yang diundang atau sekedar mampir menengok, akan diterima dengan gelaran pasukan kehormatan dan gelaran karpet merah.

Agar tampak merakyat, selain modus blusukan tematik. O iya kawan, jangan lupa dengan muatan pada Perpres 2/2015 tentang RPJMN 2015-2019 disebutkan dengan terang benderang bahwa Penguatan efektivitas komunikasi dan dialog langsung/blusukan untuk memberikan efek kejutan bagi rakyat dan birokrasi bahwa presiden tetap hadir dalam setiap persoalan mereka.

Artinya, rakyat dipersilahkan menghadirkan pesolan mereka ke istana. Presiden ingin membuktikan bahwa ketulusannya dengan tanga terbuka siap menerima rakyat. Tentunya akan meliwati pasal protokeler. Atau presiden dengan sengaja mengadakan acara jumpa rakyat. Misal menerima duta bangsa yang telah mengharumkan nama bangsa di kancah internasional.

Saking terbukanya, maka penyelenggara negara yang sedang terkena kasus hukum, melakukan pisowanan ke istana. Tak kurang manusia ekonomi supernasional tanpa terjadwal bisa bebas melenggang kangkung di istana. Kalau oknum loyalis, lepas dari pengendusan awal media berbayar.

Seolah, istana kepresidenan menjadi penentu nasib rakyat selama periode sedang berlangsung. Berkat ramua ajaib revolusi mental, diperkuat obat kuat tradisional dari investor politik, maka istana menjadi markas politik. Fungsi utamanya adalah memperkuat langkah politik konstitusional untuk berlanjut ke periode terakhir.

Ramalan politiknya bahwa rakyat diharapan akan mantuk-mantuk tanda setuju. Berdasarkan pengalamannya ketika dielus-elus oleh investor politik supernasional maupun terkhususnya investor politik dari negara paling bersahabat, maka tinggal mantuk-mantuk. Sendiko dawuh. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar