dilema
Golkar 2019,
single mayority vs single digit
Mungkin jarang atau tak pernah
dianalisa, bahwasanya Golkar atau sebutan sesuai nomenklaturnya, meman menjadi
pabrik orang untuk menjadi orang. Kendati di zaman Orde Baru, peran dan posisi
Golkar hanya sebatas kendaraan politik sang penguasa tunggal. 6x berturut-turut jadi juara umum pemilu 1971 s.d 1997.
Singkat kata, benang merah Golkar
yang identik dengan pemerintah Suharto, ada di lapisan tengah, di arus tengah. Seperti
pernah saya singgung di judul lain, yaitu sebagai bak berpijak tak menapak,
bergantung tak meraih. Pola masa mengambang peninggalan Golkar Orde Baru, memang
masih berbekas. Tak kurang yang meninggalkan trauma politik.
Jangan lupa ingatan kawan, di arus
tengah, Golkar atau sebutan lainnya, jika bisa jadi wakil rakyat di tingkat
kabupaten/kota saja sudah merupakan puncak prestasi, top karir, tuntas
pengabdian. Bagi yang punya nilai jual, bisa masuk ke periode kedua. Bagi yang
merasa punya nilai jual lebih, lebih melirik jabatan kepala daerah. Begitu masa
jabatan selesai, ada yang langsung masuk kotak atau masuk hotel gratis. Belum
jatuh tempo, terjerat pasal berlapis.
Anak ingusan saja tahu kalau Golkar tergantung
pada orang, bukan mengandalkan sistem ideologinya. Diibaratkan wayang, sang
dalang kehabisan stock wayang untuk menggambarkan karakter, watak para pemain
Golkar. Kalau ada adanya ideologi berbasis Rp atau berhala reformasi 3K (kaya,
kuat, kuasa).
Hebatnya Golkar berhasil
menghasilkan manusia politik yang mandiri dengan mendirikan partai politik. Sejak
pemilu 1999 sampai sekarang, ada saja yang dulunya masuk sangkar sang kuning,
mampu eksis, berkibar. Kalau kader kutu loncat, sudah tidak lucu.
Periode kepengurusan Golkar yang
tidak sampai lima tahun sampai 2019, agaknya mereka sibuk sebagai pelari di
tempat. Tentunya bukan menunggu saved by the bell, durian runtuh atau
siap-siap lempar handuk. Atau tunggu jatuh tempo lawan politik dan/atau konco
dw, bolo dw.
Nasib lain, jika Golkar diuntungkan
dengan undian pembagian grup sepak bola. Di pilkada serentak 2018, daya bangun
koalisi sudah mengindikasikan, menemukenali. Jadi total jenderal, tunggu 2019,
karena namanya politik, bola memang bundar. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar