Halaman

Rabu, 20 Desember 2017

dilema Golkar 2019, single mayority vs single digit



dilema Golkar 2019, single mayority vs single digit

Mungkin jarang atau tak pernah dianalisa, bahwasanya Golkar atau sebutan sesuai nomenklaturnya, meman menjadi pabrik orang untuk menjadi orang. Kendati di zaman Orde Baru, peran dan posisi Golkar hanya sebatas kendaraan politik sang penguasa tunggal. 6x berturut-turut jadi juara umum pemilu 1971 s.d 1997.

Singkat kata, benang merah Golkar yang identik dengan pemerintah Suharto, ada di lapisan tengah, di arus tengah. Seperti pernah saya singgung di judul lain, yaitu sebagai bak berpijak tak menapak, bergantung tak meraih. Pola masa mengambang peninggalan Golkar Orde Baru, memang masih berbekas. Tak kurang yang meninggalkan trauma politik.

Jangan lupa ingatan kawan, di arus tengah, Golkar atau sebutan lainnya, jika bisa jadi wakil rakyat di tingkat kabupaten/kota saja sudah merupakan puncak prestasi, top karir, tuntas pengabdian. Bagi yang punya nilai jual, bisa masuk ke periode kedua. Bagi yang merasa punya nilai jual lebih, lebih melirik jabatan kepala daerah. Begitu masa jabatan selesai, ada yang langsung masuk kotak atau masuk hotel gratis. Belum jatuh tempo, terjerat pasal berlapis.

Anak ingusan saja tahu kalau Golkar tergantung pada orang, bukan mengandalkan sistem ideologinya. Diibaratkan wayang, sang dalang kehabisan stock wayang untuk menggambarkan karakter, watak para pemain Golkar. Kalau ada adanya ideologi berbasis Rp atau berhala reformasi 3K (kaya, kuat, kuasa).

Hebatnya Golkar berhasil menghasilkan manusia politik yang mandiri dengan mendirikan partai politik. Sejak pemilu 1999 sampai sekarang, ada saja yang dulunya masuk sangkar sang kuning, mampu eksis, berkibar. Kalau kader kutu loncat, sudah tidak lucu.

Periode kepengurusan Golkar yang tidak sampai lima tahun sampai 2019, agaknya mereka sibuk sebagai pelari di tempat. Tentunya bukan menunggu saved by the bell, durian runtuh atau siap-siap lempar handuk. Atau tunggu jatuh tempo lawan politik dan/atau konco dw, bolo dw.

Nasib lain, jika Golkar diuntungkan dengan undian pembagian grup sepak bola. Di pilkada serentak 2018, daya bangun koalisi sudah mengindikasikan, menemukenali. Jadi total jenderal, tunggu 2019, karena namanya politik, bola memang bundar. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar