adu
nyali tahun politik, menuju single digit
Pengalaman sebuah partai politik
(parpol) yang sudah beberapa kali ikut pemilu legislatif, pilpres maupun
pilkada, bukan jaminan akan bisa mengulang sukses. Perjalanan waktu dan ruang
selama satu periode atau lima tahun, apapun bisa terjadi. Namanya politik.
Faktor apa saja yang menentukan
perolehan hasil suara, tidak sesederhana hasil survei tanpa survei, kajian
berbasis opini dan sentiment negatif, analisa akademis sampai hasil endusan
aparat.
Seolah ada peta politik skala
nasional. Wajar. Karena gerakan separatis berbentuk dinasti politik, menjadikan
suatu daerah, apakah provinsi apalagi kabupaten/kota, seperti sudah
dikapling-kapling. Tak salah kalau loyalis di dalam suatu daerah pemilihan
(dapil) bersifat fluktuatuf, angin-anginan. Politik memang dinamis.
Membangun politik dari ataslah yang
menjadikan atau menentukan pasang surut kadar parpol. Dinamika politik seolah
diramaikan oleh manusia politik, yang itu-itu saja. Pokoknya bisa tampil di
media massa, seolah merasa dirinya sudah politikus tulen. Tak kurang yang
merasa sebagai negarawan/negarawati.
Politik itu semakin diaduk malah
semakin heterogen. Karena memang ada intervensi dari manusia ekonomi
multinasional sampai investor politik negara asing.
Semakin banyak peserta pesta
demikrasi 2019, yang mana pemilu legislatif bersamaan dengan pilpres, jika
dengan asumsi pemerataan perolehan hasil suara.
Bola memang bundar. Semakin diolah,
permainan menjadi hambar, garing dan mubazir. Apalagi politik, semakin banyak
tokoh dadakan, kambuhan, résidivis tak ayal akan mempercepat rakyat untuk
menentukan pilihannya. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar