Halaman

Kamis, 14 Januari 2021

wadah kandha vs aja kandha-kandha

wadah kandha vs aja kandha-kandha

 Judul dibaca ucap sesuai bahasa Jawa sekali. Kian njawani, sadar paham frasa lawas “prakara ala ngambra-ambra déné prakara becik kari sathithik”. Kalau dinarasikan tak akan habis-habisnya. Karena kejadian kasus dan perkaranya masih bergulir selama éra mégatéga. Ada bentuk praktik lain, yaitu perkara besar yang merugikan negara sengaja ditutup-tutupi, namun sebaliknya, suara rakyat, suara wong cilik dengan segala modus, rekayasa, manipulasi sengaja diredupkan. Agar sayup-sayup tak sampai ke telinga penguasa. Dibuat senyap agar seolah lenyap ditelan buana nusantara.

 Pemirsa berhak menafsirkan secara bebas aktif, menerapkan asas élaborasi terhadap judul. Jebakan simbolik di balik ungkapan ringan. Inilah seni guneman wong Jawa. Igauan orang gila, ocehan pejabat bisa bebas tafsir. Kekuasaan simbolik menjadikan praktik kekuasaan berbasis aneka kepentingan dari pelaku ekonomi. Praktik demokrasi secara tak sengaja menunjukkan fakta bipolarisasi. Akhirnya, kebutuhan rakyat menjadi demokrasi tertulis. Dinyatakan dengan bahasa pembangunan. Efektivitas penggunaan anggaran pembangunan, berdasarkan mazhab modern kapitalistik.

 “Ketimbang mati ngadeg, ndredeg, deg-degan”. Bukan pilihan. Tapi, sebagai kesimpulan ganda aneka peristiwa aktual, faktual hidup bermasyarakat. Tepatnya, kejadian nyata di kalangan masyarakat. Semula hanya sebentuk wacana penambah khazanah agar hidup lebih teliti, hati-hati, waspada diri. Jangan asal main tabrak. Walhasil, kawanan manusia politik nusantara berasaskan “iso mlaku bareng nanging ora iso baris”. Bahkan oknum ketua umum mengelola industri politik, usaha keluarga dengan modal setengah hati. Ikhlas tak ikhlas. Untungnya sudah diambil di depan. Sisa yang diperebutkan.

 Walhasil, asumsi sejarah kian membuktikan bahwa kelompok minoritas di NKRI bukan kawanan yang lemah, miskin, bodoh. Kalah jumlah tapi menang kaya, kuat, kuasa. Minimal dengan faktor kaya finansial, kuat keuangan, kuasa ekonomi mampu menjadikan anak bangsa pribumi, kaum bumiputera, putra-putri asal daerah ini menjadi apa saja. Sanggup “menghargai” dan “membeli” siapa saja. [HaéN]

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar