petaka(n) bencana politik nusantara, 2A+1B
Dari A ke Z, sesuai abjad jika ingin uraikan judul. Tersurat dan tersirat komposisi sesuai narasi. Bersyukur, efektivitas ideologi nasional, dasar negara, pandangan hidup ketika dilembagakan menjadi ladang amal politik. Sisi lain demokrasi bagi-bagi kursi.
AMBISI POLITIK
Ambisi politik yang tidak kesampaian, terwujud, tercapai, tergapai, ter-raih hanya akan menggadaikan masa depan generasi penerus, generasi pemilik masa depan. Bangsa ini akan rapuh dari berkat konflik politik tak berkesudahan alias berkelanjutan. Ingat narasi arogansi biaya politik vs menikmati kemenangan semu.
Justru, kita serahkan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengambil langkah antisipatif dan langkah nyata lainnya. Penanggulangan/pemberantasan LGBT – politisi LGBT (Lagak Gila Banyak Tingkah) – tidak bisa digeneralisir, kendati masuk kategori penyakit dunia, penyakit masyarakat internasional. Harus dilakukan serentak dari bawah. Pemerintah sudah super sibuk mengatur perilaku penyimpangan politik dan kehilangan orientasi politik Nusantara.
ANOMALI POLITIK
Terasa ada gerakan politik oleh kawanan partai politik jelang daripada pesta demokrasi. Pilkada serentak 2020 kian membuktikan bukti ringan apapun bisa terjadi. Norma politik tergantung mayoritas raihan suara. Sejalan dengan tindak tirani minoritas skala lokal.
Kontrak politik belum dimulai sudah menimbulkan efek, dampak, ekses bermasyarakat. Oknum pencita kuasa politik konstitusional, jauh tahun sudah bergaduh ria, merasa bisa. Tahu nikmat pantat pemegang otoritas politik.
Pihak yang sedang berkuasa secara konstitusional, sudah membuat jejaring pengaruh. Jejaring horizontal jika dilihat dari angkasa raya, dirgantara, tampak satu warna. Soal kokoh, kuat, menapak baru bisa dilihat dari arah samping, profilnya. Jadinya, kekuatan formal, kekuatan permukaan fatamorgana yang diandalkan.
BUDAYA POLITIK
Akar kata budi+daya. Daya politik memang tidak jauh-jauh dari paribasan Jawa “utang dhuwit disaur dhuwit, utang janji politik disaur mbesuk-mbesuk yen wis dadi”. Pasang surut kebidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat menyuratkan dan menyiratkan kinerja partai politik (parpol). Suhu politik tahunan sampai satu periode lima tahun akan mempegaruhi daya tahan bangsa dalam menghadapi kenyataan hidup.
NKRI terjebak pada tradisi politik dengan lebih mengutamakan sukses pesta demokrasi. Soal bagaimana pasca janji dan atau sumpah jabatan, itu urusan nanti. Hanya soal waktu. Dalam praktik kebangsaan, lema ‘sampah masyarakat’ berkonotasi sama halnya dengan pahlawan partai. Maksudnya. Sudah menjadi bubur. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar