Halaman

Kamis, 12 Juli 2018

INDONESIA-ku, sarat beban politik vs ringan langkah ekonomi



INDONESIA-ku, sarat beban politik vs ringan langkah ekonomi

Manusia politik tanpa sepengetahuannya secara harian telah mengalami gizi buruk politik. Makanya, tampilannya tampak garang garing. Aneka ujaran yang menjadi propaganda andalan penguasa, pemerah bibir. Dari side A ke side B, balik ke side A.

Dinamika dan rétorika politik, buah manis hasil révolusi méntal yang kental dan menggumpal. Mengambang di permukaan. Beriak dan berbuih-buih. Menggelegar membelah jiwa yang peka terhadap kritik. Merasa nyaman dengan sanjungan kawan sepermainan.

Nilai tukar Rp memang tak ada hubungan sebab-akibat dengan nilai ganti presiden 2019. Tunjangan pusing sebagai kepala atas memang jauh tinggi dari standar hidup layak. Jangan bandingkan dengan gaji pejabat tinggi.

Pergerakan ekonomi rakyat, sesuai panggilan perut dan volume rongga mulut. Makan sehari sekali, bukan alasan untuk tidak bisa menjadi umat yang bermanfaat. Tidak harus dengan kekuatan formal untuk berbakti padamu negeri. Tidak harus berdiri di barisan depan untuk unjuk gigi, jemur gigi, pamer bégo.

Daya beli dan daya belanja rakyatmenjadi tumpuan penetapan APBN. Atau malah sebaliknya. Di atas kertas propaganda politik, ikhwal ketahanan pangan dan kemandirian pangan, tampak superior. Serba angin surga. Sesuai bangsa yang gemah ripah loh jinawi.

Biarkan angin berembus sesuai musimnya. Akhirnya utang luar negeri mengalir balik ke laut. Tidak juga. Sudah menyuburmakmurkan bangsa. Mandiri dan berdikari, tahan goyang.

Selama manusia politik haus kuasa, rakus kaya, nafsu kuat, maka . . . [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar