INDONESIA-ku, sarat
beban politik vs ringan langkah ekonomi
Manusia politik tanpa sepengetahuannya
secara harian telah mengalami gizi buruk politik. Makanya, tampilannya tampak
garang garing. Aneka ujaran yang menjadi propaganda andalan penguasa, pemerah
bibir. Dari side A ke side B, balik ke side A.
Dinamika dan rétorika politik, buah
manis hasil révolusi méntal yang kental dan menggumpal. Mengambang
di permukaan. Beriak dan berbuih-buih. Menggelegar membelah jiwa yang peka
terhadap kritik. Merasa nyaman dengan sanjungan kawan sepermainan.
Nilai tukar Rp memang tak ada hubungan
sebab-akibat dengan nilai ganti presiden 2019. Tunjangan pusing sebagai kepala
atas memang jauh tinggi dari standar hidup layak. Jangan bandingkan dengan gaji
pejabat tinggi.
Pergerakan ekonomi rakyat, sesuai
panggilan perut dan volume rongga mulut. Makan sehari sekali, bukan alasan untuk
tidak bisa menjadi umat yang bermanfaat. Tidak harus dengan kekuatan formal
untuk berbakti padamu negeri. Tidak harus berdiri di barisan depan untuk unjuk
gigi, jemur gigi, pamer bégo.
Daya beli dan daya belanja
rakyatmenjadi tumpuan penetapan APBN. Atau malah sebaliknya. Di atas kertas
propaganda politik, ikhwal ketahanan pangan dan kemandirian pangan, tampak
superior. Serba angin surga. Sesuai bangsa yang gemah ripah loh jinawi.
Biarkan angin berembus sesuai
musimnya. Akhirnya utang luar negeri mengalir balik ke laut. Tidak juga. Sudah menyuburmakmurkan
bangsa. Mandiri dan berdikari, tahan goyang.
Selama manusia politik haus kuasa,
rakus kaya, nafsu kuat, maka . . . [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar