Halaman

Minggu, 22 Juli 2018

Butir-Butir Telur Ayam Pada Sila-Sila Pancasila


Butir-Butir Telur Ayam Pada Sila-Sila Pancasila

Pakai logika awam, semua masalah kehidupan akan mudah dicerna. Tidak perlu saling menyalahkan atau mencari “bandot tua”. Juga bukan dengan gaya ‘ringan sama dijinjing, berat pikul sendiri’. Salah rakyat mengapa terpukau, terjebak hanya pada kinclongnya parpol pendukung. Tidak ada tanggung renteng.

Rakyat terlanjur mencoblos beda nasib dengan kontestan yang asal nyeplos, ujaran bebas janji kampanye. Akumulasinya, rakyat berharap pada pesta demokrasi periode yad, sudah dewasa dan cerdas ideologi.

Semakin rakyat sadar politik dan cerdas idelogi, secara matematis akan menentukan besaran biaya politik. Bukan sekedar beli suara dengan cara serangan fajar. Membibit usaha nyata bakal calon pemilih.

Kondisi ini malah semakin membuka jalan bagi pengusaha klas abal-abal. Mengandalkan tangan politik, untuk main dukung. Demi dan untuk kepentingan bisnisnya. Sepertinya kalau koperasi usaha rakyat, dijadikan motor penggerak, pemberi suara pada oknum capres. Namanya dagang politik.

Anak bangsa pribumi yang pernah mengalami pergulatan gizi zaman ayam makan silet. Beda dengan daya juang generasi putra-putri terbaik bangsa yang gizinya dipenuhi gelundungan telur ayam. Generasi pewaris zaman Orde Baru, seolah tinggal “meluruskan langkah”. Tersisa langkah aman.

Generasi Pancasila masih terpukau dengan gaya Orde Lama. Selalu merasa hidup di bawah bayang-bayang leluhur dan sekaligus merekayasa atau merasa eksis di angan-angan masa depan. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar