dikotomi politisi sipil, bangkit
berkali-kali vs basi berkali-kali
Rekam jejak perjalanan
politik anak bangsa Bacharuddin Jusuf Habibie (BJ
Habibie) bisa dikatakan di atas rata-rata kawanan parpolis Nusantara. Sejarah
mencatat, sejak mulai dari pembantu presiden, wakil presiden dan presiden sudah
dilakoni dengan cermat, gemilang sesuai kadar jiwa raganya.
Satu kondisi yang jarang
diperhatikan atau diwartakan apalagi diekspose oleh media massa, yang justru
bisa sebagai pembelajaran dan pendidikan politik. Betapa BJ Habibie pasca jadi
presiden, tidak serta merta masuk kotak, apalagi menyimpan dendam politik.
Kendati hilang dari pemberitaan, bukannya otomatis hilang dari ingatan rakyat.
BJ Habibie bukan tipe
manusia yang gemar duduk manis, menunggu lamaran pemilik partai politik, untuk
mau mau jadi capres. Atau menyodorkan dirinya tanpa malu-malu kucing, untuk mengulangi
masa lalunya. Tidak mau merecoki urusan negara yang sarat politik praktis.
Tidak mau bertele-tele adu argumentasi melawan akal, logika, nalar politik yang
diandalkan para pe-revolusi mental. Bukan levelnya, kata pelawak kawakan.
BJ Habibie menganggap panggung politik bukan ladang amalnya, bukan
bidang garapnya, bukan ladang usahanya. Industri dan syahwat politik tidak
menantang daya pikirnya yang cinta dan ahli kedirgantaraan. Tepatnya 10
Agustus 1995, dalam rangka peringatan 50 tahun kemerdekaan Indonesia, bangsa Indonesia
telah menggoreskan pena sejarahnya dengan terbang perdana pesawat terbang
canggih N‐250. Pesawat turboprop tercanggih ‐‐ hasil disain dan rancang bangun
putra‐putri bangsa sendiri ‐‐ mengudara di atas kota Bandung dalam cuaca yang
amat cerah, seolah melambangkan cerahnya masa depan bangsa karena telah mampu
menunjukkan kepada dunia kemampuannya dalam penguasaan sain dan teknologi
secanggih apapun oleh generasi penerus bangsa.
BJ Habibie cuma ingin membuktikan bahwa bermanfaat buat bangsa dan
negara tidak harus jadi kepala negara. Berjuang, berbakti untuk nusa bangsa dan
tanah air, tidak harus melalui jalur partai politik. Ambisi politik yang tidak
kesampaian, terwujud, tercapai, tergapai hanya akan menggadaikan masa depan
generasi penerus. Bangsa ini akan rapuh dari dari dalam berkat konflik politik
tak berkesudahan. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar