Halaman

Selasa, 03 Mei 2016

dikotomi politisi sipil, bangkit berkali-kali vs basi berkali-kali

dikotomi politisi sipil, bangkit berkali-kali vs basi berkali-kali

Rekam jejak perjalanan politik anak bangsa Bacharuddin Jusuf Habibie (BJ Habibie) bisa dikatakan di atas rata-rata kawanan parpolis Nusantara. Sejarah mencatat, sejak mulai dari pembantu presiden, wakil presiden dan presiden sudah dilakoni dengan cermat, gemilang sesuai kadar jiwa raganya.

Satu kondisi yang jarang diperhatikan atau diwartakan apalagi diekspose oleh media massa, yang justru bisa sebagai pembelajaran dan pendidikan politik. Betapa BJ Habibie pasca jadi presiden, tidak serta merta masuk kotak, apalagi menyimpan dendam politik. Kendati hilang dari pemberitaan, bukannya otomatis hilang dari ingatan rakyat.

BJ Habibie bukan tipe manusia yang gemar duduk manis, menunggu lamaran pemilik partai politik, untuk mau mau jadi capres. Atau menyodorkan dirinya tanpa malu-malu kucing, untuk mengulangi masa lalunya. Tidak mau merecoki urusan negara yang sarat politik praktis. Tidak mau bertele-tele adu argumentasi melawan akal, logika, nalar politik yang diandalkan para pe-revolusi mental. Bukan levelnya, kata pelawak kawakan.

BJ Habibie menganggap panggung politik bukan ladang amalnya, bukan bidang garapnya, bukan ladang usahanya. Industri dan syahwat politik tidak menantang daya pikirnya yang cinta dan ahli kedirgantaraan. Tepatnya 10 Agustus 1995, dalam rangka peringatan 50 tahun kemerdekaan Indonesia, bangsa Indonesia telah menggoreskan pena sejarahnya dengan terbang perdana pesawat terbang canggih N‐250. Pesawat turboprop tercanggih ‐‐ hasil disain dan rancang bangun putra‐putri bangsa sendiri ‐‐ mengudara di atas kota Bandung dalam cuaca yang amat cerah, seolah melambangkan cerahnya masa depan bangsa karena telah mampu menunjukkan kepada dunia kemampuannya dalam penguasaan sain dan teknologi secanggih apapun oleh generasi penerus bangsa.

BJ Habibie cuma ingin membuktikan bahwa bermanfaat buat bangsa dan negara tidak harus jadi kepala negara. Berjuang, berbakti untuk nusa bangsa dan tanah air, tidak harus melalui jalur partai politik. Ambisi politik yang tidak kesampaian, terwujud, tercapai, tergapai hanya akan menggadaikan masa depan generasi penerus. Bangsa ini akan rapuh dari dari dalam berkat konflik politik tak berkesudahan. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar