gembala
politik global tak rela jika
Rumpun Melayu yang
mendominasi bangsa Indonesia, masih kentara, kental, nyata, jelas pada watak
dasar yang suka dipuja, hobi dipuji, gemar disanjung. Kelamaan tidak ada pihak
yang memuja dirinya, maka ybs tanpa malu-malu memuji dirinya. Hebatnya lagi,
sudah ada loyalis yang mendapat tugas mulia sebagai juru sanjung. Antara
penjilat dan penghujat, beda tipis.
Budaya asing peninggalan
penjajah masih merasuki lubuk hati anak bangsa pribumi, bumiputera, putra-putri
terbaik aseli daerah. Dikenal dengan istilah mo limo atau 5M. Agar tak menimbulkan multitafsir, penulis
sengaja tak mentafsirkannya. Kendati masuk kategori penyakit masyarakat. Berkat
pertambahan tindak laku aksi LGBT, secara yuridis berbasis HAM tak bisa diperkarakan.
Penyakit masyarakat naik strata menjadi watak bangsa yang bernegara
multipartai. Kian mantap dengan mewabahnya penyakit politik.
Antar manusia sigap
saling libas, saling tindas, saling gilas dalam lipatan. Tak ada pasal nista
untuk saling mengorbankan. Ada pasal asing
“bellum omnium contra omnes” (perang
semua melawan semua). Manusia tergolong sebagai makhluk homo homini socius. Artinya, manusia sebagai mitra sosial bagi manusia
lainnya, selain sebagai makhluk individu yang memiliki jati diri (citra,
pesona, wibawa). Soal yang diperebutkan adalah barang yang sama, bisa tahu sama
tahu. Dalil koalisi sampai kolaborasi.
Éfék domino éra
mégatéga, gembala penyesat vs gembala penghasut. Di hamparan padang dan hutan
belantara ideologi Nusantara, gembala dengan segala keahliannya, semakin
mendapat tempat. Dukungan berlimpah dari investor politik lokal, interlokal,
regional, nasional, multinasional hingga global, tak kunjung surut pantang
susut. Efék domino perjanjian dengan setan lama maupun persepakatan dengan
setan di éra mégatéga, tentu tak ada yang gratis. Operasi sigap 24 jam, sebelum
anak bangsa Nusantara menjadi pengikut setianya.
Gembala domba aduan vs
peternak ayam sayur, menjadi andalan.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar