dilema pilkada 2020,
nasional kesempitan vs lokal kelonggaran
Bukan ukuran sepatu
sampai ukuran tutup kepala. Penyuka busana ketat, tak peduli ukuran. Mau pakai
standar pabrik. Pakai simbol abjad L (longgar), S (sesak), M (molor) atau XL. Lain
pasal, perkara mirip dengan ukuran tubuh non-standar nusantara. Penggila katok komprang
ada model khusus.
Awam tak mau tahu
sejarah penemuan bikini. Bukan budaya perempuan nasional sejati. Perempuan merasa
tak bergengsi kenakan busana tradisional yang jaga pandangan lawan jenis. Pendidikan
politik terbuka sejak dalam kandungan, membuat lebih berkelas terbuka 24 jam.
Efek domino daripada
pesta demokrasi, negara multipartai melahirkan jenis politik massa, politik
kolosal, politik ombyokan, politik curah. Di atas kertas tersurat Rekrutmen dan
Kaderisasi Partai Politik Ideal. Nilai komersial bakal calon lebih menentukan
nasib diri dan partai politik.
Kisah sukses penguasa
tunggal dengan kendaraan politik yang serbaguna, segala medan dant ahan cuaca. Tersurat
dan tersirat, modus pengkaderan. Sebuah organisasi sayap atau underbow
partai, dihidupkan oleh Sekber Golkar atau penguasa. Penguasaan teritorial liwat
dwi fungsi ABRI.
Basis suara, kantong
suara tidak identik dengan militansi kader. Biaya politik membuka peluang bagi
pihak mana saja. Organisasi kemasyarakatan yang main politik, bisa lintas
agama. Berburu kursi kuasa pemegang otoritas politik, dari segala arah.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar