Halaman

Sabtu, 25 Desember 2021

saat jidat lebih rendah ketimbang pantat

 saat jidat lebih rendah ketimbang pantat

 Saat umat Islam sujud sholat, betapa dahi dan ujung hidung (dihitung satu titik) menyentuh bumi. Diletakkan pelan. Didahului telapak tangan menumpu. Menahan bobot kepala agar jangan kebentur. Mata menatap ujung hidung. Dahi jangan terhalang tutup kepala. Bayangkan saja kawan, kepala yang begitu mulia, “direndahkan” secara fisik sebagai bukti ketertundukkan umat manusia kepada Yang Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan (Dzul Jalaali Wal Ikraam).

Posisi kepala menjadi lebih rendah daripada letak pantat.

Gerak dan posisi ruku’ dan/atau sujud, masuk paket kemasan bagaimana selaku hamba-Nya secara fisik memberlakukan kepala. Yang lebih banyak dipakai untuk menambah tegaknya badan, busung dada. Sombong, angkuh begitu. Badan kecil tapi jalan digagah-gagahkan, biar tampak wibawa. Mahkota tanda kebesaran kuasa kursi, dipasang di atas kepala. Semakin menambah rasa percaya diri. Ditambah tongkat komando. Seakan dunia di tangan.

 Saat ruku’. Betapa kepala harus ditundukkan. Lebih tunduk dari rasa hormat. Sampai badan, punggung rata-rata air. Mata memandang bumi, tempat sujud.. Sambil berucap doa. Rasanya, posisi kepala menjadi selevel, sederajat dengan pantat. Apa arti kepala saat itu. Apanya yang masih bisa disombongkan, dibanggakan. Sebesar apapun mahkota, tak berarti apa-apa. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar