Halaman

Senin, 07 Agustus 2017

Indonesia mau ngetop dengan ngèpot



Indonesia mau ngetop dengan ngèpot

Tak ada yang patut dipersalahkan, atau minimal layak diduga melakukan kesalahan secara terencana atau dengan faktor kesengajaan. Bentuk kelalaian akibat faktor manusiawi, masih bisa dimaklumi. Ingat bangsa kita adalah bangsa pemaklum.

Aneka ragam budaya ada di pangkuan ibu Pertiwi. Semua versi, ragam tersaji. Agaknya budaya jalan pintas banyak animonya.

Budaya jalan pintas karena budaya antri sudah usang atau ketinggalan zaman. Daftar tunggu haji memang identik dengan pola budaya antri secara pasif. Antri dari bagian sistem karir tidak cocok dengan jiwa generasi muda yang dinamis, serba cepat alias penganut budaya instan.

Agaknya yang dominan dan seolah berlaku resmi dan diakui oleh penguasa adalah budaya instan. Bahkan kalau dilacak proses demokrasi yang ada di NKRI, berbasis budaya instan. Daya tarik kursi kekuasaan eksekutif dan legislatif menjadikan orang dan/atau manusia Indonesia harus berjibaku. Semua peras otak atur strategi demi kepentingan diri sendiri.

Idealisme tidak bisa diwujudkan liwat jalur politik. Semangat nasionalisme, patriotisme bela negara hanya muncul pada saat mewakli NKRI di gelanggang internasional. Minimal di kancah regional semisal ASEAN.

Kompromi politik menyebabkan penguasa dengan leluasa bisa “menjual negara”. Atau kandidat, bakal calon presiden untuk mewujudkan “idealisme”-nya seolah tidak merasa berslah jika melakukan transaksi politik dengan negara paling bersahabat. Dengan negara yang secara historis telah berkontribusi pada gerakan dan dinamika politik Nusantara.

Lalu lintas saja sudah tampak, betapa pengendara motor gede atau bagaimana mobil dengan dapur pacu untuk balap, merasa tak betah dengan antrian.

Beredar resminya sebuah parpol jelang pemilu dan jika berhasil mendapat kursi wakil rakyat, maka akan bertindak melampaui sang penguasa. Karena dalam waktu relative singkat bisa mendadak tenar, merasa punya pamor. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar