Posisi Tawar Indonesia Lemah
Sudah menjadi rahasia
umum, pada saat badan/negara pemberi bantuan maupun hibah kepada pemerintah
Indonesia disertai kesepakatan antara kedua belah pihak. Posis tawar sang
pemberi selalu berada di atas angin. Pasal perjanjian yang menetapkan bahwa
Inodnesia wajib menggunakan teknologi, bahan bangunan sampai sumber daya manusia
dari badan/negera pemberi bantuan hutang.
Tak heran, jika
Indonesia malah mampu membuat badan/negara pemberi bantuan hutang menjadi kaya
sekaligus membuat orangnya pandai dan dapat bekerja.
Ironis, bahkan kegiatan pembangunan
yang berhubungan langsung dengan kebutuhan da kepentingan rakyat, harus memakai
dana pinjaman luar negeri.
Di era Reformasi, khususnya periode 2014-2019 semangat
untuk mewujudkan Visi terwujudnya Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri dan
Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong, hanya sebagai bumbu pelezat, citra
rasa buatan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Menghadapi perdagangan
bebas dunia, posisi tawar Indonesia malah semakin menunjukkan klasnya. Kepala negara
di istana negara, menggelar karpet merah menyambut calon investor asing atau
mancanegara. Tanpa kesepakatan, apalagi dipublikasikan, mendadak bertebaran
tenaga kerja asing mengkais rezeki di Indonesia. Mereka bermain mulai dari klas
jalanan sampai gedongan.
Indonesia tersandera
dalih ikut berjuang di Indonesia, menjadikan mereka merasa memiliki Nusantara. Secara
historis mereka mampu memposisikan diri sebagai pelaku ekonomi, yang notabene
mampu melakukan koordinasi dengan pelaku politik nasional. Tanpa ikatan moral
bilateral, negara tirai bambu semakin menancapkan kuku kekuasaan di Indonesia.
Jangan-jangan di tingkat ASEAN,
posisi tawar Indonesia hanya bersifat seremonial. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar