moral pe-revolusi mental Nusantara, hanya bisa berjuang
jika punya jabatan politik
Kasus ibu rumah tangga mencuri meluas, fenomena ibu-ibu mencuri dan kemiskinan, para ibu yang terbelit kasus
pencurian, pencurian oleh perempuan berkeluarga dinilai sebagai fenomena baru, sebagai
judul ulasan berita di Republika belakangan ini.
faktor utama penyebab fenomena
megakasus “ibu rumah tangga mencuri” semakin terkuak, ketika Republika, Sabtu,
9 Januari 2016, di halaman utama menayangkan gambar betapa dengan cerdasnya presiden
kelima RI, tampil di acara negara. Pelatikan Kepala Sandi Negara (Lemsaneg)
tidak sah, afdol dan berbobot politik tanpa kehadiran oknum dimaksud. Pasca
pelantikan, ketiganya (plus Jokowi dan JK) menggelar pertemuan tertutup selepas
pelantikan di tengah kencangnya isu perombakan kabinet.
Walhasil kaum perempuan
melihat betapa si Puan dengan bebas melenggang menjadi pembantu presiden,
berkat jasa perjuangan emaknya yang presiden senior. Tak akan goyah walau acap
terjadi perombakan kabinet.
Kaum hawa merasa tersanjung
serta merta merasa kedigdayaannya terwakili oleh ulah pokal dua perempuan
tersebut. Celakanya, karena tak masuk bilangan pesuruh partai, tanpa pikir
panjang maka terjadilah megakasus “ibu rumah tangga mencuri”.
Entah apakah semua ini
sebagai tanda zaman, bahwa “wis édan tenan,
tetep ora keduman”. Kalau tak jadi pesuruh/kurir partai tak bisa
berbuat banyak untuk negara, minimal tidak bisa mensejahterakan diri sendiri.[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar