sediaan bakalan capres di tingkat parpol menentukan bencana politik
Pola pendidikan politik sistem hirarki teritorial sampai tingkat
desa/kelurahan. Badan hukum usaha jasa politik keluarga
beririsan dengan praktek babat-bibit-bebet-bobot kader. Menguntungkan, menambah
cipta kerja parpol itulah yang dicari. Manusia
selaku makhluk politik, sejatinya dijadikan sebagai alat ekploitasi oleh
pemilik modal, bandar dan tengkulak politik.
Sudah kehendak sejarah, semangat
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, menjadikan Generasi
Cetak Ulang vs Generasi Tambal Sulam kehilangan lahan untuk berbuat banyak.
Tapi maunya dapat banyak. Modal peras keringat leluhur masih mendingan. Modal
abab, merasa beradab. Jurus komentar, ujaran tidak pakai mikir menjadi andalan
mujarab dalam berbangsa, bernegara secara total.
Demokrasi berkedaulatan hasil pemikiran bahwa manusia
merupakan serigala bagi manusia lain (homo homini lupus), konsisten
mementingkan diri sendiri dan tidak memperdulikan kebutuhan, kepentingan orang
lain. Ilmu kedemokrasian memandang kejahatan politik hanya selaku penyimpangan
efek budaya jalan pintas.
Filosofi keilmuan, bukti pemikiran,
daya prihatin akan nasib nusa bangsa sepertinya sudah diborong habis oleh para pendiri
negara (the founding fathers). [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar