derap-kerap-serap-terap laju di tempat
Kata, lema ‘biasa’ di tangan manusia
menjadi ‘tidak biasa’. Main gubah-rubah-ubah
nasib diri karena merasa punya ilmu. Kurva kinerja, prestasi mengikuti pola trén
positif. Tidak mengenal titik jenuh, titik kritis apalagi titik balik. Pergantian waktu dianggap
liniér, menerus lurus. Ambisi mewujudkan angan-angan berbasis préferénsi. Pokoknya
harus. Kalau tidak, resiko ditanggung.
Status aktif negara berkembang mengalami proses teranyarkan
oleh sistem dilematis. Dinamika manusia khalifah nusantara yang merumuskan sistem.
Melupakan asas mufakat untuk sepakat. Memakai bahasa poiltik “sepakat untuk tidak
sepakat”.
Partai sepakatan menjadi karakter
parpol melayu. Kata lainnya adalah ‘putus kata’. Hitung mundur menjadi silang kata. Menyelesaikan
masalah politik dengan dalil “politik adalah panglima“. Itu di zaman Orde
Lama. Teranyarkan di era reformasi menjadi “manusia politik adalah panglima nusantara”.
[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar