pemerataan kemiskinan dan takut kaya
“Halo-halo nusantara IKN . . . “. Ganti tema yang lebih gemulai. Betapa ratio gemuk alat negara pengayom masyarakat dibanding kandidat, cikal bakal penyandang status hukum tipikor. Taruhan total terhadap prestasi, kondite, reputasi, kapabilitas, karier pribadi maupun jiwa korps.
Rumusan semboyan juang menjadi “menghalalkan yang haram”. Atas nama hukum, bebas injak hukum. Kreativitas menjaga stabilitas jabatan, bebas dari délik aduan.
Konsep good governance di Indonesia menguat pada era reformasi ketika terdapat desakan untuk mengurangi peran pemerintah yang dianggap terlalu dominatif dan tidak efektif (bad government). Untuk mengatasi hal ini negara perlu membagi kekuasaan yang dimiliki dengan aktor lain yakni swasta (private sector) dan masyarakat sipil (civil society).
Interaksi di antara ketiga aktor ini dalam mengelola kekuasaan dalam penyelenggaraan pembangunan disebut governance. Interaksi dimaksud mensyaratkan adanya ruang kesetaraan (equality) di antara aktor-aktor terkait sehingga prinsip-prinsip seperti transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan lain sebagainya dapat terwujud.
Di panggung, industri dan syahwat politik, masih bersliweran aroma irama politisi sipil yang tak mati-mati – walau bukan sebagai mayat hidup – dan tak akan puas sampai berkalang tanah. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar