tancep
kayon, politik intimidasi vs intimidasi politik
Niat baik sebagai pribadi tentu
menjadi dasar tindakan semua anak bangsa, mulai dari rakyat minimalis sampai
super-rakyat. Dibulatkan dengan rencana tindak, mulai dari pokokya ada sampai
yang dirumuskan di luar kepala yang membikin kepala pusing tujuh keliling. Persiapan
jelang pelaksanaan sangat beragam. Ada yang adem-ayem, semua diserahkan kepada
mekanisme alam. Sisanya ada yang belum apa-apa sudah sibuk, seperti kejadian
sebenarnya.
Di lingkungan rumah tangga,
keluarga, yang namanya privasi tentu sudah diterapkan sejak dini. Memakai norma
lokal sampai yang bergaya universal. Suasana relijius sebagai syarat dasar
pembentukan peradaban yang berbasis keluarga, rumah tangga dan menular ke
lingkungan tempat tinggal.
Namanya negara berbasis industri militer
dan senjata pemusnah massal, kalau dunia adem-ayem, mereka akan bangkrut. Produknya
tidak ada yang membutuhkan. Padahal biaya riset pengembangan senjata
anti-manusia tetap berjalan dan meningkat. Secara politis hasil jual senjata
secara legal menjadi pendapatan asli negara.
Di NKRI, memang bukan negara
produsen senjata untuk jaga diri, tetapi sebagai konsumen lotal, setia. Cuma terkadang
apa daya, tangan tak mampu membayarnya. Kembali ke pasar zaman batu, dengan
sistem barter. Disesuaikan dengan zaman sekarang menjadi barter ideologi.
Ideologi nasional Pancasila
dibarter, tukar tambah, ganti untung maupun model lainnya yang hanya diketahui
oleh pelakunya, dengan ideologi yang seolah sudah mendunia. Diperkuat dengan
kita menyediakan sumber daya manusia untuk dididik di negara mereka untuk
mengikuti proses cuci otak.
Indonesia bukan sekedar sasaran
empuk. Memang karena historis sebagai kelanjutan penjajahan oleh bangsa asing
berlanjut dengan penjajahan terselubung, tak langsung. Bukan sekedar NKRI
dijajah oleh bangsa sendiri. Bangsa sendiri sudah menjadi penindas rakyatnya. Stigma
musuh negara vs musuh rakyat, menjadikan aparat mempunyai wewenang legitimasi
untuk berbuat apa saja. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar