ketika
presiden bak menggenggam bara
Sudah
menjadi rahasia rakyat yang menjadi asal-muasal, cikal bakal bahan baku
sila-sila di Pancasila serta tak layak diperdebatkan jika banyak pihak yang
menentukan siapa-siapa saja yang layak jadi pembantu presiden.
Komunikasi,
koordinasi, dan kendali tidak hanya datang dari unsur dalam negeri, tetapi bisa
bersumber dari negara lain. Namanya politik bung, kan NKRI bagian dari dunia
nyata.
NKRI
dengan populasinya nomer empat di dunia, masih menjadi jelita seksi yang
menggiurkan berbagai pihak.
Bahkan
presiden juga tidak bisa bebas aktif ber-“dwitunggal” dengan wakil presiden. Presiden
menghormati orang yang lebih tua usia, yang notebene sudah banyak menghabiskan
asam garam kehidupan dunia politik.
Ibarat
pesepak bola, presiden tidak bergegas mencetak gol. Masih ada timbang rasa
dengan sesama pemain, bahkan masih ada rasa sungkan dengan pemain lawan. pemain
lawan yang mungkin dulu adalah teman sepermainan waktu masih anak-anak.
Presiden
bukannya tak tahu bahwa di panggung, pentas, industri, syahwat politik tak ada
kompromi. Malah acap terjadi dengan lawan politik bisa main mata.
Presiden
bukannya tak paham bahwasanya semangat baju hijau, baju coklat atau sebutan
sejenisnya tak akan luntur. Kendati sudah menjadi “askar tak berguna” malah
bisa bebas aktif main di semua lini.
Pertama,
tangan kanan mendukung, menopang eksistensi presiden namun tangan kiri sibuk
diri, untuk kepentingan pihak tertentu. Tak beda jauh dengan pemain watak atau
agen ganda.
Kedua,
tangan kanan kiri total loyal kepada presiden. Jangan dikata, dibilang lantas
kaki kanan kiri sibuk berlalu lintas mendepak penghalang jalannya revolusi
mental. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar