Halaman

Jumat, 30 Juni 2017

ketika presiden bak menggenggam bara



ketika presiden bak menggenggam bara

Sudah menjadi rahasia rakyat yang menjadi asal-muasal, cikal bakal bahan baku sila-sila di Pancasila serta tak layak diperdebatkan jika banyak pihak yang menentukan siapa-siapa saja yang layak jadi pembantu presiden.

Komunikasi, koordinasi, dan kendali tidak hanya datang dari unsur dalam negeri, tetapi bisa bersumber dari negara lain. Namanya politik bung, kan NKRI bagian dari dunia nyata.

NKRI dengan populasinya nomer empat di dunia, masih menjadi jelita seksi yang menggiurkan berbagai pihak.

Bahkan presiden juga tidak bisa bebas aktif ber-“dwitunggal” dengan wakil presiden. Presiden menghormati orang yang lebih tua usia, yang notebene sudah banyak menghabiskan asam garam kehidupan dunia politik.

Ibarat pesepak bola, presiden tidak bergegas mencetak gol. Masih ada timbang rasa dengan sesama pemain, bahkan masih ada rasa sungkan dengan pemain lawan. pemain lawan yang mungkin dulu adalah teman sepermainan waktu masih anak-anak.

Presiden bukannya tak tahu bahwa di panggung, pentas, industri, syahwat politik tak ada kompromi. Malah acap terjadi dengan lawan politik bisa main mata.

Presiden bukannya tak paham bahwasanya semangat baju hijau, baju coklat atau sebutan sejenisnya tak akan luntur. Kendati sudah menjadi “askar tak berguna” malah bisa bebas aktif main di semua lini.

Pertama, tangan kanan mendukung, menopang eksistensi presiden namun tangan kiri sibuk diri, untuk kepentingan pihak tertentu. Tak beda jauh dengan pemain watak atau agen ganda.

Kedua, tangan kanan kiri total loyal kepada presiden. Jangan dikata, dibilang lantas kaki kanan kiri sibuk berlalu lintas mendepak penghalang jalannya revolusi mental. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar