harga diri bangsa vs pesona citra diri
NKRI walau usianya sudah tidak remaja lagi, namun masih tampak seksi, tampil
genit dan nyaris bergaya kekanak-kanakan.Tidak hanya menjadi daya tarik turis,
pelancong, wisatawan mancanegara, juga justru menarik minat investor politik
dari negara paling bersahabat.
Kendati sudah dua kali dibuayain habis-habisan dengan menjadi sponsor
kudeta PKI Madiun September 1948 dan berlanjut yang kedua dengan G30S 1965 yang
melahirkan Pancasila. Bangsa ini memang sangat pemaaf. Sebagian pihak malah
mendewa-dewa sang dewa penyelamat. Terlebih bagi pihak yang diuntungkan pada
pesta demokrasi 2014.
Selain hal itu, bangsa ini memang ahli sebagai penerima warisan dari nenek
moyangnya. Sebagai penerima manfaat. Yang siap melanjutkan estafet kepemimpinan
nasional, tanpa perlu berkeringat.
Fenomena wong mlarat, keserakat bisa munggah bale. Diperparah manusia
super-kaya turun temurun menjadikan bangsa ini sebagai ajang pertarungan bebas
antara petarung politik dengan pelage ekonomi.
Seperti layaknya tontonan atau silat serial tanpa eposiode, selalu
mengekspose keperkasaan kepak sayap garuda. Namun saat kalah, keok oleh jurus
cakar naga, mendadak listrik PLN mati, padam, mogok.
Yang ditampilkan, ditayangkan kisah sukses sang penguasa. Di balik layat,
innestor politik sudah siap siaga mengantisipasi kejadian tak terduga. Seperti saat
pilkada gubernur DKI Jakarta putaran kedua, rabu 19 April 2017. Pengawal revolusi
merah yang dikawal 9 naga, malah penyok hidup-hidup. Entah scenario apa untuk
periode atau pesta demokrasi 2019. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar