Halaman

Senin, 05 September 2016

tradisi keilmuan vs evolusi mukiyo



tradisi keilmuan vs evolusi mukiyo

Bukan salah bunda mengandung, kalau sang bapak dengan ijazah SMA mampu eksis sampai mempunyai keturunan. Efeknya, anak lelakinya lulus SMA dibiarkan bebas mau jadi apa. Pengalaman hidup, ditularkan ke anaknya. Tanpa daya untuk meningkatkan kualitas diri atau kualitas keluarga. Anak disiapkan berdasarkan pengalaman masing-masing pribadi orang tua. Ini baru menyoal pendidikan, malah soal pekerjaan seolah juga mewarisi keahlian orang tuanya. Seperti pernah saya tayangkan olah kata fakta, betapa ayahnya jadi juru parkir, anaknya magang dan bisa mandiri jadi juru parkir. Di lahan yang sama atau beda, persoalan lain.

Di kalangan keluarga militer, anak lelaki mengikuti jejak karir bapaknya, bukan hal tabu. Seperti estafet jiwa militer ke anak cucu. Tak kurang yang orang tuanya pendidik atau pengajar, bisa di kampus, anaknya malah terkapar di bawah bayang-bayang orang tuanya. Orang mempersoalkan karena sang isteri guru, apalagi guru besar, biasa-biasa saja. Secara ilmiah membuktikan bahwa IQ, EQ, SQ atau kadar otak, nalar, logika, jiwa seni dan sebangsanya merupakan perpaduan atau resultan dari bawaan ayah ibunya.

Lahirnya politik keluarga, politik dinasti atau sebutan lainnya yang bermakna bahwa kekuasaan bisa diwariskan secara konstitusional, memang bisa menjadi aliran pemikiran tersendiri. Ideologi atau partai politik menjadi perusahaan keluarga. Anak cucu dikarbit, diorbitkan sejak dini. Nama besar bapaknya, trah moyang yang tersohor, otomatis dipajang di belakang namanya. Bangsa yang merasa keturunan bangsawan, terbiasa menambah “marga” di belakang namanya. Beda dengan nama marga suatu suku bangsa di Indonesia.

Anekdot politik menayangkan adegan episode tanpa episode, ada anak ideologis yang merasa bisa jadi orang nomer satu, berdiri paling depan di barisan. Apalagi orang tuanya menyanjung bahwa dirinya anak pintar dan disayang teman. Apa arti ijazah kalau tak punya nama besar. Tidak punya nilai jual, kan bisa nebeng ketenaran orang tua. Akhirnya muncul isme anak idiotnya logis. Idiot politik tak ada dalam kamus manapun. Tapi menjadi inspirasi bagi kawanan parpolis Nusantara. Opo tumon. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar