Halaman

Selasa, 13 September 2016

pasal khusus penyedia jasa prostitusi LGBT



pasal khusus penyedia jasa prostitusi LGBT

Mendengar kata atau frasa “LGBT” (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) masyarakat awam, orang kebanyakan, rakyat kecil pun  risi, enggan, jengah. Mendengar saja sudah malu. Seperti dan memang adat, budaya, tradisi warisan nenek moyang, yang namanya sex tabu dibicarakan, didiskusikan. Apalagi penyimpangan sex. Masyarakat Jawa memahami akan terjadi zaman edan, zaman gila. Ditandai, terjadi cinta sejenis, bukan dengan lawan jenis. Jika sudah membudaya, akan meningkat, menjadi cinta dengan saudara kandung (entah apa isitilah ilmiahnya) maupun yang ada hubungan darah. Puncak zaman edan ketika manusia mencari hewan sebagai sasaran pemuas nafsu sex.

Berawal kasus mucikari, germo anak LGBT, yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, bisa terkena pasal berlapis. Pasal berlapis pun bukan jaminan menjadi daya cegah tangkal bagi calon pelaku. Efek jera yang diharapkan, sebatas di atas kertas. Kepedulian, reaksi pemerintah dan jajarannya, bukan menunggu korban lantas bertindak atau tentukan sikap. Mengingat LGBT menjadi masalah dunia, menjadikan pemerintah harus hati-hati dan ekstra waspada.

Pelaku, pegiat LGBT sebagai individu, perorangan, pribadi masih bisa bebas aktif dan aman, berkat aturan main berbasis HAM. Kalau ada pihak yang memanfaatkan celah pasal kelemahan hukum, diimbangi sikap pemerintah yang setengah hati, sehingga LGBT bisa dikomersialkan, mempunyai nilai jual, mungkin setan pun bingung.

Bagi pihak yang mengeksploitasi eksisten LGBT, mengkomersialkan LGBT, terlebih tak pandang bulu siapa yang akan jadi korban serta dampak nyata yang ditimbulkan, pasal berlapis masih standar. Bukan berarti tidak ada hal-hal yang meringankan terdakwa. Mengingat yang dirugikan bukan pemerintah, tetapi orang perorang yang notabene generasi, dimungkinkan tidak ada hal yang meringankan. Kerugian  yang dialami korban tidak bisa ditakar dengan Rp. Bukan kerugian negara. Jadi, masuk akal jika ada pasal khusus. Bukan berarti harus mempertimbagkan asas ganti rugi. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar