Halaman

Selasa, 09 Februari 2016

rusak badan karena penyakit politik, rusak bangsa karena laku politik

rusak badan karena penyakit politik,
rusak bangsa karena laku politik

Peribahasa di atas, sebagai judul, telah mengalami politisasi, walau hanya menambah kata ‘politik’. Disesuaikan dengan kondisi terkini. Makna awalnya adalah ‘kelakuan yang buruk akan menurunkan derajat diri sendiri’. Jadi, sangatlah cocok, tepat, layak jika mendapat imbuhan kata ‘politik’. Terlebih, apalagi, lagipula contoh hidup, contoh nyata masih bisa kita saksikan di panggung, industri, syahwat politik Nusantara. Ada pula yang mengartikan ‘orang miskin yang selalu dihina’.

Modus operandi, perilaku pelaku politik Nusantara sesuai pakem politik kekuasaan, politik bagi hasil, balas jasa sekaligus politik balas dendam, bak melaju di jalur bebas hambatan. Bebas yang serba bebas, bebas sebebas-bebasnya. Kandungan idiologi sarat dengan fungsi Rp, sebagai ekses Reformasi mencetak petualang politik, pecundang politik yang banyak jabatan.

Koalisi partai pendukung pemerintah (KP3) yang khusus muncul di periode 2014-2019 sekedar membuktikan bahwa penggerus negara datangnya dari kawanan bermain politik, bukan dari pihak lawan politik. Praktik menelikung dari dalam, menggunting dalam lipatan, menohok kawan seiring jangan dianggap lebih terukur daripada 1948 dan 1965 gerakan PKI.

Permasalahan politik yang utama dan mendasar ternyata sekedar menyangkut kekuasaan. Praktik bagi hasil seperti tak berkesudahan selama satu periode. Pihak yang menggoalkan Jokowi-JK, merasa paling berhak untuk mendapat jatah di jajaran penyelenggara negara.

Manusia merupakan makhluk yang suka bermain, termasuk gemar main politik. Tidak mengenal beda generasi, beda ras, beda jender. Aturan mainnya, yang diakui bersama, adalah tak ada aturan main. Menyorot perilaku, tabiat, karakter kawanan parpolis jangan dengan kaca mata moral. Antara niat, pikir tak ada hubungannya dengan ucap dan tindakan.  [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar