Halaman

Sabtu, 27 Februari 2016

hak siar dan keranjang sampah tayangan LGBT di TV

hak siar dan keranjang sampah tayangan LGBT di TV

Dengan dalih tuntutan pemirsa, tak urung media penyiaran televisi (TV) menayangkan berbagai acara, atraksi dan adegan seolah tanpa sensor. Tanpa mempertimbangkan kode etik. Apalagi jika demi peringkat, pesan sponsor, skenario pemodal atau pengusaha media TV, nilai komersial, dengan asas sama rasa sama rata, segala cara dipraktikkan. Kiat media TV adalah ‘kalau tak suka jangan ditonton’.

Keluwesan media TV adalah berdiri diatas semua kepentingan, tanpa pandang bulu. Semua pihak yang bersengketa, yang masuk kategori pro dan kontra, diberi hak, porsi dan jatah siar yang sama. Tersangka koruptor malah jadi bintang tamu utama. Celotehan koruptor yang merasa terzalimi ditayang ulang. Bahkan media TV bisa mengambil alih fungsi meja hijau. Antara yang baik dan buruk menjadi tanpa batas yang tegas. Batasan moral dengan batasan komersial diadu dan diaduk jadi satu. Semua menu disajikan bebas.

Ketika bangsa sedang diuji pro-kontra LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender), media TV mengambil sikap moderat, sikap yang menggurui sekaligus memperbodoh pemirsa/penonton dan pendengar. Media TV yang serba multi : multi fungsi, multi manfaat, multi guna, sampai multi efek, bisa berubah bentuk menjadi keranjang sampah yang serba guna. [HaeN] 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar