hak
siar dan keranjang sampah tayangan LGBT di TV
Dengan
dalih tuntutan pemirsa, tak urung media penyiaran televisi (TV) menayangkan
berbagai acara, atraksi dan adegan seolah tanpa sensor. Tanpa mempertimbangkan
kode etik. Apalagi jika demi peringkat, pesan sponsor, skenario pemodal atau
pengusaha media TV, nilai komersial, dengan asas sama rasa sama rata, segala
cara dipraktikkan. Kiat media TV adalah ‘kalau tak suka
jangan ditonton’.
Keluwesan
media TV adalah berdiri diatas semua kepentingan, tanpa pandang bulu. Semua
pihak yang bersengketa, yang masuk kategori pro dan kontra, diberi hak, porsi
dan jatah siar yang sama. Tersangka koruptor malah jadi bintang tamu utama.
Celotehan koruptor yang merasa terzalimi ditayang ulang. Bahkan media TV bisa
mengambil alih fungsi meja hijau. Antara yang baik dan buruk menjadi tanpa
batas yang tegas. Batasan moral dengan batasan komersial diadu dan diaduk jadi
satu. Semua menu disajikan bebas.
Ketika bangsa sedang diuji pro-kontra LGBT (Lesbian,
Gay, Biseksual, dan Transgender), media TV mengambil sikap moderat, sikap yang
menggurui sekaligus memperbodoh pemirsa/penonton dan pendengar. Media TV yang
serba multi : multi fungsi, multi manfaat, multi guna, sampai multi efek,
bisa berubah bentuk menjadi keranjang sampah yang serba guna. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar