Rapatkan
Barisan
Ironis,
umat Islam Indonesia peka terhadap intervensi agama lain di negeri sendiri.
Pemerintah provinsi Bali, yang mayoritas penduduknya mempunyai agama Hindu,
melarang atribut dan simbol, bahkan kegiatan ibadah umat Islam untuk tampil di
kehidupan bersama. Namun tidak peduli ketika ormas Islam, partai politik Islam,
MUI hanya peduli pada syahwat politik dan industri politik. Urusan umat menjadi
kewajiban dan tanggung jawab masing-masing.
Mulai
penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal menjadi perseteruan oknum ketua umum ormas
Islam dan MUI dengan pemerintah. Ormas Islam mengkritisi kebijakan pemerintah,
namun di lubuk hati terdalam berharap jabatan presiden, minimal jabatan
pembantu presiden di bidang pendidikan, kesehatan, dll.
Antar
parpol Islam, lebih memperjuangkan ambisi politik lima tahunan. Koalisi dan
kompromi politik hanya berdasarkan asas transaksional. Notabene, jauh dari
domain pro-umat.
Saat
pilpres 9 Juli 2014, dukungan politis ormas Islam, MUI kepada salah satu
kandidat, menunjukkan bahwa syahwat politik umat Islam, tepatnya ulama, masih
dalam tatanan dan tataran coba-coba. Baru belajar politik. Mengorbankan masa
depan umat. [HaeN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar