wajar melakukan kesalahan manusiawi, tidak wajar jika paham
Adab bermasyarakat
homogen. Kirim doa secara komunal di rumah duka. Bagi anggota keluarga yang meniggal dunia, wafat. Minimal selama
3 (tiga) hari pertama. Termasuk daftar nama yang disiapkan oleh tuan
rumah, sahibul hajat. Secara adat dan agama Islam (selamatan, tahlilan atau yaasiin-an).
Mendoakan bagi alm/almh, keluarga
yang ditinggalkan maupun jamaah pendoa. Jamaah bisa ajukan permohonan pribadi dalam hati dan
diamini bersama.
Tuan rumah menyajikan
jajanan, kue, makanan ringan, buah-buahan, minuman kemasan maupun minuman hangat.
Plus semangkok bakso, soto hangat. Bukan rakus atau pemali, hidangan harus
dibawa pulang bersama berkat. Sudah didoakan
bareng.
Kisah ini. Tetangga
mengundang kendurian bakda isya’. 100 hari mendiang ibunya. Gelar tenda di jalan depan rumahnya, untuk ibu-ibu. Sajian berkat tampak sederhana.
Sesampainya di
rumah, berkat kuserahkan ke garwo. Karena sarat doa umum dan doa khususku untuk keluarga. Pilah pilih sesuai selera. Kue untuk anak. Garwo cicipi sekedarnya.
Pilih bihun untuk sarapan, yang lain menjadi jatahku (nasi, daging bersambal, tumis
buncis yang sudah dicoba garwo).
Paginya garwo
mau sarapan ingat bihun. Diluar dugaan, adik
kandugnya menjawab sudah ludes di cangkemnya. Tanpa merasa
bersalah. Capai katanya, habis berjam-jam di km/wc cuci baju sendiri dengan tekun.
Sudah tahu bukan miliknya, bukan haknya. Paham peruntukannya. Maklum. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar