Halaman

Rabu, 18 Januari 2023

faktor peng-urung berlaku bagus-baik-benar-betul

faktor peng-urung berlaku bagus-baik-benar-betul 

Bertindak jujur diri di nusantara. Malah mendapat stigma, sentimen negatif: sok jujur, sok moralis, sok agamais. Aman, tidak ada komentar: sok mancasilais! Laku diri di dunia, memang wajar jika praktek hidup berbangsa dan bernegara tidak paham dalil ‘baik dan benar’. Terlebih hakikat bagus-baik-benar-betul ditentukan oleh suara mayoritas,  aksi  paduan  aklamasi serta mufakat bulat. Tidak dapat diganggu gugat.

Bosan menjadi orang, mau berbuat baik malah malu, karena dianggap aneh. Berkelakuan baik dan benar, diangap tak sesuai zaman, norak. Contoh praktis ada di jalan. Antara pengguna jalan dengan satuan bhayangkara penegak keadilan dan kebenaran, terjadi mufakat untuk musyawarah. Semua pihak merasa benar. Yang menentukan kebenaran tak lain tak bukan adalah.

Tahu pahamnya, menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.  Pola dasar berbahasa yang baik dan benar. Benar sesuai aturan main, kode etik, adab dan adat maupun norma lokal. Baik dalam batasan bahasa sebagai seni, cerminan diri yang sudah terasah oleh suka-duka nikmat dunia.

Ungkapan “malunya anak bangsa nusantara untuk berkata benar dan bertindak baik”. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar