Halaman

Kamis, 23 Maret 2023

suka sama suka vs selangkah-selingkuh

suka sama suka vs selangkah-selingkuh 

Tabiat  bebas  adat  lagi dipertontonkan oleh kawanan manusia politik – tepatnya wayang politik – menampilkan raciakan menu yang tidak dibutuhkan rakyat. Antar parpol atau koalisi yang jagonya maju, atau mendukung jago lawan politik, sepertinya sedang rembug serius. Rembug politik tak jauh dari arisan kekuasaan. Sesama petugas partai dilarang saling rebutan kursi yang sama.

Bisa jadi penganut sampai pengikut pasif LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender)  berhak mendirikan partai politik.  Minimal buka cabang dari parpol mancanegara, khususnya negara maju, supermodern. Apalagi negara kiblat politik penguasa.

Perubahan pada cuma selisih waktu, kemarin dan sekarang. Tempat aksi bisa langganan. Pelakunya sesuai jadwal. Berlaku di skala individu pada sebuah keluarga. Sanksi ditanggung sendiri. Seolah hanya sekedar melaksanakan sesuai aturan main. Kode etik bisa diakali karena demi panggilan tugas atau tuntutan peradaban.

Reformasi yang bergulir mulai dari puncaknya, 21 Mei 1998. Anak bangsa pribumi nusantara termajinalkan, terpinggirkan karena tak mampu bersaing dengan sesama. Secara alami masuk klas yang hanya ngebak-ngebaki nusantara. Banyak tak menambah bilangan, berkurang tak mempengaruhi jumlah.

Ironis binti miris, sudah tidak ada yang lebih jelek lagi. Sediaan maupun sisa stok reformasi ludes diborong penguasa. Oplosan ceplosan orang baik-baik, pemilik, penyandang nama baik menstimulus cakapan bijak. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar