Halaman

Minggu, 26 Juni 2016

efek domino revolusi mental, demokrasi perwakilan vs demokrasi tanpa perantara



efek domino revolusi mental, demokrasi perwakilan vs demokrasi tanpa perantara

BAHASA KAMUS
Kamus Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Depdiknas 2008, menjelaskan lema ‘demokrasi’ sebagai berikut :
demokrasi /démokrasi/ n Pol 1 (bentuk atau sistem) pemerintahan yg segenap rakyat turut serta memerintah dng perantaraan wakil-wakilnya; pemerintahan rakyat; 2 gagasan atau pandangan hidup yg mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yg sama bagi semua warga negara.

Tesaurus, Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Depdiknas 2008, mengartikan lema ‘demorasi’ hanya dengan satu pengertian, yaitu:
demokrasi n kerakyatan.

Jadi, justru kalau mau tahu binatang apa itu ‘demokrasi’, paling mudah dengan menyimak praktiknya. Kalau membaca bentuk, wujud, rumusan ilmiah (terlebih menggunakan bahasa politik tingkat tinggi) maupun nilai sakralnya secara konstitusional, bisa-bisa bisa bikin otak kita tak mampu menjangkaunya.

PRAKTIK DEMOKRASI
Praktik demokrasi tergantung siapa dulu presidennya. Setiap juru masak mempunyai resep rahasia untuk menyajikan berbagai menu yang sanggup menggoyang lidah. Siap menyajikan hidangan yang aroma bumbunya mampu memacu nafsu makan. Siap menghidangkan sajian  klas atas, yang tidak cocok dengan lidah rakyat yang terbiasa mengunyah tahu dan tempe.

Akankah rakyat yang terbiasa meracik bumbu dapur yang berasal dari tanah pekarangan, kebun tanaman obat keluarga, produk lokal yang tidak terkontaminasi pupuk buatan, obat anti hama, rekayasa genetik atau produk masal pabrikan, karena posisi dan perannya dalam demokrasi, mau tak mau harus menggunakan produk impor atau wajib menggunakan bumbu standar nasional. Artinya, semua macam dan jenis masakan diolah dengan menggunakan bumbu yang sama, bumbu generik.

Ketika pasangan presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat yang telah mempunyai hak pilih,  Indonesia memasuki babakan baru, mungkin ini yang dibilang demokrasi perwakilan. Presiden dan wakil presiden terpilih sesuai UU, merasa sebagai pemimpin yang dipilih, dalam arti yang diharapkan oleh rakyat se-Indonesia.

Ironisnya, ruang gerak presiden dan wakil presiden, secara normatif ditentukan oleh tangan-tangan manusia Indonesia yang juga dipilih secara langsung, umum, bebas dan rahasia oleh rakyat. Karena menang jumlah, menang wewenang, atau kalah berani malu, berakibat anak bangsa yang menyandang status “penyambung lidah rakyat” atau “perpanjangan tangan rakyat” bermain bebas, sisanya menerapkan pola permainan ‘semau gue’.

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) adalah angka-angka yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di seluruh provinsi di Indonesia berdasarkan beberapa aspek tertentu dari demokrasi. Tingkat perkembangan demokrasi tersebut diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan sejumlah aspek demokrasi di semua provinsi di Indonesia. Yang dijadikan aspek demokrasi dalam penyusunan IDI ini adalah Kebebasan Sipil (Civil Liberties), Hak-Hak Politik (Political Rights), dan Lembaga-lembaga Demokrasi (Institution of Democracy). Ketiga aspek demokrasi ini kemudian dijabarkan menjadi sejumlah variabel dan indikator. (“MENAKAR DEMOKRASI DI INDONESIA”, Indeks Demokrasi Indonesia 2009, UNDP Indonesia).

SIMPUL KATA
Ketika rakyat untuk mengurus urusan dapur, urusan perut, harus berjibaku atau zig-zag di antara pasal-pasal jebakan dan jeratan politik, menjadikan rakyat tahan banting. Tahan rayuan, godaan politik praktis. Elemen, komponen, unsur maupun komunitas masyarakat, terkadang harus berjuang turun ke jalan. Bukannya demokrasi mati suri atau wakil rakyat sedang reses sehingga tidak bisa diganggu gugat, tetapi sesuai asas kebangsaan “siapa menanam, belum tentu akan menikmati hasilnya”. “Siapa berbuat, bisa-bisa bisa saja orang lain yang menangung akibatnya”.

Jadi, demokrasi yang ada di Indonesia, tak lebih tak kurang merupakan fungsi partai politik. Mati hidupnya demokrasi tergantung kebijakan partai. Mau apa lagi. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar