efek domino revolusi
mental, demokrasi perwakilan vs demokrasi tanpa perantara
BAHASA
KAMUS
Kamus
Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Depdiknas 2008, menjelaskan lema ‘demokrasi’
sebagai berikut :
demokrasi /démokrasi/ n Pol 1
(bentuk atau sistem) pemerintahan yg segenap rakyat turut serta memerintah
dng perantaraan wakil-wakilnya; pemerintahan rakyat; 2 gagasan atau
pandangan hidup yg mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yg
sama bagi semua warga negara.
Tesaurus, Bahasa Indonesia, Pusat
Bahasa, Depdiknas 2008, mengartikan lema ‘demorasi’ hanya dengan satu
pengertian, yaitu:
demokrasi n kerakyatan.
Jadi, justru kalau mau tahu binatang
apa itu ‘demokrasi’, paling mudah dengan menyimak praktiknya. Kalau membaca
bentuk, wujud, rumusan ilmiah (terlebih menggunakan bahasa politik tingkat
tinggi) maupun nilai sakralnya secara konstitusional, bisa-bisa bisa bikin otak
kita tak mampu menjangkaunya.
PRAKTIK DEMOKRASI
Praktik demokrasi tergantung siapa
dulu presidennya. Setiap juru masak mempunyai resep rahasia untuk menyajikan berbagai
menu yang sanggup menggoyang lidah. Siap menyajikan hidangan yang aroma bumbunya
mampu memacu nafsu makan. Siap menghidangkan sajian klas atas, yang tidak cocok dengan lidah
rakyat yang terbiasa mengunyah tahu dan tempe.
Akankah rakyat yang terbiasa meracik
bumbu dapur yang berasal dari tanah pekarangan, kebun tanaman obat keluarga,
produk lokal yang tidak terkontaminasi pupuk buatan, obat anti hama, rekayasa genetik
atau produk masal pabrikan, karena posisi dan perannya dalam demokrasi, mau tak
mau harus menggunakan produk impor atau wajib menggunakan bumbu standar
nasional. Artinya, semua macam dan jenis masakan diolah dengan menggunakan
bumbu yang sama, bumbu generik.
Ketika pasangan presiden dan wakil
presiden dipilih secara langsung oleh rakyat yang telah mempunyai hak
pilih, Indonesia memasuki babakan baru,
mungkin ini yang dibilang demokrasi perwakilan. Presiden dan wakil presiden
terpilih sesuai UU, merasa sebagai pemimpin yang dipilih, dalam arti yang
diharapkan oleh rakyat se-Indonesia.
Ironisnya, ruang gerak presiden dan
wakil presiden, secara normatif ditentukan oleh tangan-tangan manusia Indonesia
yang juga dipilih secara langsung, umum, bebas dan rahasia oleh rakyat. Karena
menang jumlah, menang wewenang, atau kalah berani malu, berakibat anak bangsa
yang menyandang status “penyambung lidah rakyat” atau “perpanjangan tangan
rakyat” bermain bebas, sisanya menerapkan pola permainan ‘semau gue’.
INDEKS DEMOKRASI INDONESIA
Indeks
Demokrasi Indonesia (IDI) adalah angka-angka yang menunjukkan tingkat
perkembangan demokrasi di seluruh provinsi di Indonesia berdasarkan beberapa
aspek tertentu dari demokrasi. Tingkat perkembangan demokrasi tersebut diukur
berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan sejumlah aspek demokrasi di semua
provinsi di Indonesia. Yang dijadikan aspek demokrasi dalam penyusunan IDI ini
adalah Kebebasan Sipil (Civil Liberties), Hak-Hak
Politik (Political Rights), dan
Lembaga-lembaga Demokrasi (Institution of
Democracy). Ketiga aspek demokrasi ini kemudian dijabarkan
menjadi sejumlah variabel dan indikator. (“MENAKAR DEMOKRASI DI INDONESIA”, Indeks Demokrasi
Indonesia 2009, UNDP Indonesia).
SIMPUL KATA
Ketika rakyat untuk mengurus urusan
dapur, urusan perut, harus berjibaku atau zig-zag di antara pasal-pasal jebakan
dan jeratan politik, menjadikan rakyat tahan banting. Tahan rayuan, godaan
politik praktis. Elemen, komponen, unsur maupun komunitas masyarakat, terkadang
harus berjuang turun ke jalan. Bukannya demokrasi mati suri atau wakil rakyat sedang
reses sehingga tidak bisa diganggu gugat, tetapi sesuai asas kebangsaan “siapa
menanam, belum tentu akan menikmati hasilnya”. “Siapa berbuat, bisa-bisa bisa
saja orang lain yang menangung akibatnya”.
Jadi, demokrasi yang ada di
Indonesia, tak lebih tak kurang merupakan fungsi partai politik. Mati hidupnya
demokrasi tergantung kebijakan partai. Mau apa lagi. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar