Halaman

Senin, 31 Agustus 2020

mangku kursi vs mangku kotak

mangku kursi vs mangku kotak

Pemangku amanat nasional bernusantara, berkat kendaraan politik. Juga tidak. Menjadi politisi sipil bersertifikat ganda, bersubsidi silang, sebagai jalur karier, kondite, sejahtera masa depan. Kisah sukses terukur jika sudah dapat kursi wakil rakyat, kursi kepala daerah, kursi kepala negara.

Pasal rekam jejak selaku pengurus partai, mulai dari tingkat dasar, tak menentukan nasib. Parpol dadakan pun mampu mengkarbit anggotanya langsung jadi pembantu presiden. Banyak kejadian yang sulit dipraduga, diprakirakan sejak dini. Jalur karier pun penuh dengan alternatif dan jebakan. Pergantian antar waktu atau alasan politis, sebagai bukti ringan biaya politik tak kenal kompromi.

Serdadu mikul meriem, semar mikul kotak. Pralambang dunia wayang versi manapun satu irisan dengan panggung politik nusantara. Kontrak politik lima tahunan, satu periode, antar pesta demokrasi, tak membuat nyali politik bias. Politik sebagai panglima, kian menghalalkan segala pasal. Biaya politik, ongkos politik, anggaran demokrasi berbanding lurus dengan tumpukan aneka utang multipihak.

Tradisi cinta tanah air, hormat warisan leluhur luhur dengan laku rawat ruwat benda pusaka, penjaga alam sesuai batas teritorial. Agar hidup tak kian ruwet. Terlebih ada dunia lain yang mampu beri sinyal kapan harus maju. Pihak mana saja yang harus dirangkul. Tepatnya, pihak yang sigap memuluskan ambisi politik. Soal falsafah “no free lunch” versi lokal pun tinggal pilah pilih.[HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar