Halaman

Sabtu, 29 Agustus 2020

diberi tahu malah memberi tahu


diberi tahu malah memberi tahu

Manusia tahu diri sebagai makhluk sosial. Pola salah asah, keliru asih, kurang asuh plus faktor lingkungan memacu plus memicu tindak anti-sosial sejak dalam kandungan. Generasi bau tanah tak mau kalah langkah. Duduk manis gadget di tangan, tanpa tatap muka dengan pihak manapun. Tolok ukur dewasa pada wawasan berpikir, kemahiran bertindak dan kesantunan berbahasa tulis maupun lisan.

Bukan bukti ringan, sebut saja media massa bukan arus utama. Pamer bego, umbar karakter diri selaku manusia bebal seutuhnya liwat permainan kata.

Olok-olok politik bukti kemunduran peradaban politik bangsa. Ketika manusia dan atau orang kehabisan akal untuk bermain cantik, pakai jurus ujaran nista, mencaci maki. Gembala pengadu domba ikut andil karena ada kesamaan arus pendek dengan bangsa penjajah, Belanda. Diperkuat merah-nya Merah-Putih yang beralih makna.

Orang dinilai dari penampilan, format luar, manusiawi. Pakai ilmu padi atau pilih ilmu kondom. Jaga imej bukan pasal nista. Garang garing, bagian utama dari modus menjaga stabilitas wibawa diri. Semakin berilmu semakin merasa mengenali dirinya. Antara cerdas dengan berotak encer, berakal sehat atau berilmu, bisa kontradiktif.

Sigap diri 24 jam, peka terhadap sentuhan ringan bersahabat peradaban. Saking pekanya, jangan coba-coba main sentuh. Kelamaan berdiri di dekatnya, tanpa permisi, langsung terkena pasal perbuatan tak menyenangkan. Apalagi mengenyangkan. Radang saluran kebenaran dan keadilan, diperparah panas dalam. Provokasi eksternal, aksi panas adem.[HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar