dilema jelang promo, aktif setengah vs pasif
setengah
Protokol politik sehat
hadapi agresi covid-19. Pengguna mobil pribadi, penumpang yang berhak duduk
direduksi. Sopir tak boleh ada teman duduk. Kendati pasutri. Aturan ini berlaku
umum untuk angkutan umum. Angkot yang sudah sepi penumpang sejak ojol nongol,
semakin sepi. Jam operasi sesuai panggilan kantong atau keluhan dompet.
Tidak halnya dengan
kapasitas tempat tidur rumah sakit. Membludaknya calon pasien mudah diantisipasi
dengan kebijakan utamakan kesehatan. Pihak yang terkonfirmasi, terindikasi atau
terduga terjangkit virus, sudah ada aturan mainnya. Kuota berdasarkan bonus
demografi. Aksi radikal covid-19 nyaris tak tercegah tangkal oleh alat negara.
Kontribusi, kiprah,
kinerja kawanan anggota partai sedemikiannya. Ingat dalil dilema politik balik
adab, ujaran kebencian vs ajaran kebancian. Puncak prestasi politisi sipil
bangsa pribumi rumpun nusantara turunan, cukup santun dan laik santunan. Tetap
berbasis, mengacu, fungsi kursi legal konstitusional. Menapak dari mana tanah
dipijak atau langsung nangkring, nongkrong di supremasi kursi. Tak jadi
masalah, memang bukan masalah. Percepatan karier identik terjun bebas gaya
bebas. Sesuai kurva protokol tata moral.
Parpol yang pilih
tanding, pengalaman jauh lebih tua ketimbang NKRI, langsung tiarap bebas. Tunggu
aba-aba bangkit dari ketua partai negara aliansi. Sisanya, bertahan dengan konsep
dasar melegalkan yang kuat akan mendominasi yang lemah. Pas dengan bunyi tak
terulis hukum rimba belantara politik nusantara.
Reaksi kimia generasi pasca covid-19, kurang didik vs salah ajar.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar