Indonesia Negara Setengah Demokrasi
Bukan rekap sejarah atau asumsi awam kasat mata. Pakai dalil
bahwasanya pergantian pimpinan nasional secara regular, berkala tiap lima
tahun. 75 tahun merdeka jangan disimpulkan sudah terpilih 15 presiden atau
sebutan setara lainnya. Bangsa pribumi nusantara melayu masih asyik, sibuk belajar
sejarah. Bukan belajar dari sejarah.
Ironis binti kronis, masih ada pihak yang ingin
meluruskan sejarah masa lalu. Sejarah masa depan bangsa dan negara diserahkan
kepada asuhan pihak ketiga. Hak didik, hak ajar, hak anut bahkan hak hidup
merdeka dialihkan ke tangan multipihak. Dibiarkan mengalir sesuai sentimen
pasar bebas idologi global.
Namun apa daya, daya apa. Pasar bebas tradisional dalam
negeri menganut asas klasik keasyikan bagi-bagi kursi kosntitusi. Skenario politik
makro menentukan skema warisan, sistem arisan serta resolusi tak ada yang
gratis di negeri ini. Lelang jabatan kursi konstitusi dibalut, dikemas dengan
paket daripada pesta demokrasi.
Tragisnya, piramida terbalik bernegara sarat simbol. Seolah
hanya menancap bebas ringan di bumi pertiwi. Bukan tumbuh dari kandungan kehidupan
bermasyarakat dan kehidupan berbangsa. Terbuka ke atas bak torong. Perlambang siap
menerima drop-dropan, menadah dan berharap ada pihak ketiga yang sudi kiranya.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar