Halaman

Jumat, 28 Agustus 2020

rakyat menjadi obyek berlapis multipihak


rakyat menjadi obyek berlapis multipihak

Memahami aksioma makanya jangan jadi rakyat. Minimal jangan sampai mengulang status cap boros energi. Sibuk uber pemenuhan kebutahan dasar harian. Lupa waktu dan hasilnya bak burung terbang pagi. Beda jauh dengan persatuan, kesatuan, keutuhan koloni bangsa semut.

Kejadian yang dilakukan penyelenggara negara, alat negara, aparatur sipil negara mewujudkan politik sejahtera. Kemakmuran politik bagi kawanan anggota partai nusantara menjadi indeks, patokan, tolok ukur demokrasi sejahtera.

Kendati putra-putri asli daerah mahir memanfaatkan jasa teknologi informasi dan komunikasi. Efek tak terduga, melahirkan paham bebal politik. Sejatinya menjadi antisipasi pasif. Wujud rasa kecewa atas hak sipil dan politik.

Tradisi luhur peninggalan leleuhur, barangsiapa seorang orang, wong atau manusia mampu jaga lidah, kaki-tangan dan tata moral. Kendati setiap orang mewakili dirinya sendiri dan bertangung jawab atas dirinya sendiri. Namun semua hal harus dibicarakan secara bersama-sama.

Hak atas dirinya sendiri diwujudkan dengan semboyan ”tuwa iku tuwa tuwane wicara” (tua itu tua isi pembicaraannya).[HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar