Halaman

Sabtu, 29 Agustus 2020

kutukan tuah kursi tanpa kaki


kutukan tuah kursi tanpa kaki

Kejadian lama melegenda di tanah merdeka nusantara. Dua kejadian nyata terjadi bersamaan tapi beda abad pada lokasi perdikan, tanah bebas pajak. Soal ada tokoh atau penokohan agar periwayatan punya hak paten, hak cipta. Sosok yang difigurkan tak harus sakti mandraguna. Ilmu menghilangkan diri tanpa jejak dan terlacak, menjadi mainan anak-anak.

Mentalitas dan kualitas generasi saat itu berkembang secara alami. Religiusitas terbentuk secara turun temurun melalui tata kehidupan di keluarga. Agar merasa bagian dari bumi, sudah mengenal rumah yang menapak bumi atau tapak rumah, kaki rumah tertanam kokoh ke bumi. Kemanfaatan hasil bumi dan binatang menjadi andalan dan rasa tanggung jawab.

Pemahaman atas gejala alam. Membaca waktu terang tanah sampai bau tanah. Kapan mulai tanam budi secara massal agar kawanan hunian berkah. Belajar dari karakter pohon, terasa betapa kadar jiwa pohon pelindung. Senyampang pembelajaran tentang sosok pohon”yang besar tidak sekedar besar”, koloni binatang macam tawon, semut tak lepas dari pengamatan. Aroma irama paduan suara katak bersahutan di musim penghujan bisa dirumuskan, menjadi pratanda.

Akhrnya, imajinasi atau sebenarnya malah bukan. Muncul dua tokoh beda aliran, beda mazhab. Beda guru, beda ilmu namun sama-sama satu strata. Pihak pertama, soal nama atau sebutan, predikat, tak jadi soal. Punya karakter bahwa barangsiapa mampu menghirup udara bebas nusantara, nantinya akan jadi penguasa nusantara. Karakter kedua punya dalil, barangsiapa mampu duduk bersila di pangkal batang pohon paling gedhe, tujuh turunan akan menjadi raja atau ratu tanpa keraton, tanpa mahkota.

Terjadilah persaingan antar semua tingkatan wong sub-nusantara saat itu. Aklamasi tanpa akal-akalan diplomasi. Mufakat sepakat bulat untuk memadukan atau dua pasal tadi dikerjakan bareng. Logika politik saat itu, siapa tahu malah akan menghasilan turunan yang membawa sifat dua karakter beda watak.

Sampai detik ini, pihak berwajib dengan daya lacak, potensi pengendusan kalah abu dengan daya beli negara “paling banyak penduduk tidak sekedar besar”. Pas azan ashar, sabtu 10 Muharram 1442H waktu lokal.[HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar