kutukan tuah kursi tanpa kaki
Kejadian lama melegenda di tanah merdeka nusantara. Dua kejadian
nyata terjadi bersamaan tapi beda abad pada lokasi perdikan, tanah bebas pajak.
Soal ada tokoh atau penokohan agar periwayatan punya hak paten, hak cipta. Sosok
yang difigurkan tak harus sakti mandraguna. Ilmu menghilangkan diri tanpa jejak
dan terlacak, menjadi mainan anak-anak.
Mentalitas dan kualitas generasi saat itu berkembang
secara alami. Religiusitas terbentuk secara turun temurun melalui tata
kehidupan di keluarga. Agar merasa bagian dari bumi, sudah mengenal rumah yang
menapak bumi atau tapak rumah, kaki rumah tertanam kokoh ke bumi. Kemanfaatan hasil
bumi dan binatang menjadi andalan dan rasa tanggung jawab.
Pemahaman atas gejala alam. Membaca waktu terang tanah
sampai bau tanah. Kapan mulai tanam budi secara massal agar kawanan hunian
berkah. Belajar dari karakter pohon, terasa betapa kadar jiwa pohon pelindung. Senyampang
pembelajaran tentang sosok pohon”yang besar tidak sekedar besar”, koloni
binatang macam tawon, semut tak lepas dari pengamatan. Aroma irama paduan suara
katak bersahutan di musim penghujan bisa dirumuskan, menjadi pratanda.
Akhrnya, imajinasi atau sebenarnya malah bukan. Muncul dua
tokoh beda aliran, beda mazhab. Beda guru, beda ilmu namun sama-sama satu
strata. Pihak pertama, soal nama atau sebutan, predikat, tak jadi soal. Punya karakter
bahwa barangsiapa mampu menghirup udara bebas nusantara, nantinya akan jadi
penguasa nusantara. Karakter kedua punya dalil, barangsiapa mampu duduk bersila
di pangkal batang pohon paling gedhe, tujuh turunan akan menjadi raja atau ratu
tanpa keraton, tanpa mahkota.
Terjadilah persaingan antar semua tingkatan wong
sub-nusantara saat itu. Aklamasi tanpa akal-akalan diplomasi. Mufakat sepakat bulat
untuk memadukan atau dua pasal tadi dikerjakan bareng. Logika politik saat itu,
siapa tahu malah akan menghasilan turunan yang membawa sifat dua karakter beda
watak.
Sampai detik ini, pihak berwajib dengan daya lacak,
potensi pengendusan kalah abu dengan daya beli negara “paling banyak penduduk
tidak sekedar besar”. Pas azan ashar, sabtu 10 Muharram 1442H waktu lokal.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar