Halaman

Sabtu, 01 Agustus 2020

17 Agustus 1945 = 8, presiden ke-8 Indonesia akan


17 Agustus 1945 = 8, presiden ke-8 Indonesia akan

Pakai metode calistung, khusunya pada berhitung. Pertama. 1+7+8+1+9+4+5=35. Lanjut 3+5=8. Kedua.17+8+1945=1970. Lanjut 1+9+7+0=17. Lanjut terakhir 1+7=8. Kata ahli angka, bilangan nusantara bahwasanya apa arti sebuah angka, bilangan, nomor, nilai dan semaksud lain. Macam umur, usia yang kita miliki walau bukan hak milik.

Diterapkan, ditetapkan sebagai urutan, antrian, peringkat, strata akan terasa rasanya. Hakikat sebutan sulung bagi anak pertama. Tidak sekedar kodrati, alami atau gawan bayen. Ungkapan karakter dan nasib sulung kian dikupas akan tambah meluas. Kata bungsu tidak otomatis lawan kata sulung.

Nama orang, misal Panca, berarti anak nomer lima. Kalau lebih dari sepuluh, tanya ke ahlinya.

Kembali ke judul. Jadinya presiden RI urutan ke-8. Secara matematis, otak-atik angka, teka-teki, gugon tuhon identik dengan misteri. Kurva statistik kehidupan bernegara sesuai protokol peradaban seolah akan menemukan. Purnawaktu atau sebelum jatuh tempo.

Ketika angka bicara, cari yang mampu mendongkrak wibawa penguasa yang gemar main angka. Khususnya digit di belakang koma. Semisal, jumlah masyarakat kurang beruntung melorot drastis.

Bukan tebak buntut lotere zaman Orde Baru. Muncul femomena THR utawa tunjangan hari rabu. Muncul dukun tiban, dukum dadakan, ahli membaca gejala alam dikaitkan dengan angka manjur. Ujaran orang gila hormat, dianggap sinyal nomor yang akan keluar. Dehemnya pejabat diartikan pratanda sigap waspada. Batuk ringan pejabat diwaspadai dengan was-was.

Sejarah tak akan mengingkari apalagi mengkhianati fakta yang pernah terjadi. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar