nusantara jarang melihat orang
Keutamaan konflik dikarenakan
kemanfaatannya selaku indikator ketimpangan, kesenjangan bahkan ketidakadilan yang
berketahanan, statis dan nyaris tidak ada perubahan bentuk. Lokasi, luasan dan
lama konflik menentukan efektivitas sistem kepemimpinan formal atau
penyelenggara negara.
Penanganan konflik tidak
bisa ditangani secara ukuran all-size, atau gaya obat generik multi
manfaat. Masalahnya, dinamika masyarakat ditandai adanya konflik. Periode harian
sampai insidental dengan skala ringan sampai mengganggu stabilitas. Skenario penanganan
sesuai paket pesanan. Soal manjur atau memang langganan, dipelihara agar jadi
proyek abadi.
Selain tidak ada
definisi tunggal tentang ‘konflik’. Namun kiranya, menurut kata orangtua orangtuanya
orang bijak. Tanda jiwa sehat karena mampu berdampingan dengan kondisi yang
diwarnai konflik. Gesekan horizontal karena sama-sama berada di tempat yang
sama dan pada waktu yang sama.
Padahal menurut hemat
suku bangsa Melayu berketurunan bangsa pribumi nusantara. Pihak yang memulai
konflik atau tidak sengaja karena daya manusianya malah menjadi pemacu dan
pemicu. Bisa masuk kategori manusia berkarakter. Sebaliknya, pihak yang sadar
tidak saja menghindari tapi mampu mengendalikan cikal-bakal konflik, selaku
manusia unggul berakhlak manusia mulia.
Orang lupa berkaca pada
dunia anak-anak. Saat konflik tampak mati-matian. Begitu reda, langsung akbrab
kembali, seolah tak ada konflik. Manusia politik nusantara merasa tidak berkelas
atau tidak punya karier politik jika namanya tak tercantum dengan status biang
konflik.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar