Halaman

Kamis, 20 Agustus 2020

nusantara jarang melihat orang


nusantara jarang melihat orang

Keutamaan konflik dikarenakan kemanfaatannya selaku indikator ketimpangan, kesenjangan bahkan ketidakadilan yang berketahanan, statis dan nyaris tidak ada perubahan bentuk. Lokasi, luasan dan lama konflik menentukan efektivitas sistem kepemimpinan formal atau penyelenggara negara.

Penanganan konflik tidak bisa ditangani secara ukuran all-size, atau gaya obat generik multi manfaat. Masalahnya, dinamika masyarakat ditandai adanya konflik. Periode harian sampai insidental dengan skala ringan sampai mengganggu stabilitas. Skenario penanganan sesuai paket pesanan. Soal manjur atau memang langganan, dipelihara agar jadi proyek abadi.

Selain tidak ada definisi tunggal tentang ‘konflik’. Namun kiranya, menurut kata orangtua orangtuanya orang bijak. Tanda jiwa sehat karena mampu berdampingan dengan kondisi yang diwarnai konflik. Gesekan horizontal karena sama-sama berada di tempat yang sama dan pada waktu yang sama.

Padahal menurut hemat suku bangsa Melayu berketurunan bangsa pribumi nusantara. Pihak yang memulai konflik atau tidak sengaja karena daya manusianya malah menjadi pemacu dan pemicu. Bisa masuk kategori manusia berkarakter. Sebaliknya, pihak yang sadar tidak saja menghindari tapi mampu mengendalikan cikal-bakal konflik, selaku manusia unggul berakhlak manusia mulia.

Orang lupa berkaca pada dunia anak-anak. Saat konflik tampak mati-matian. Begitu reda, langsung akbrab kembali, seolah tak ada konflik. Manusia politik nusantara merasa tidak berkelas atau tidak punya karier politik jika namanya tak tercantum dengan status biang konflik.[HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar