mau berdaulat jangan
jadi rakyat
Adalah berkat jasa kinerja manusia politik nusantara. Gemilang mencetak nyata
terukur Perubahan Ketiga UUD NRI 1945 pada tahun 2001. Antara lain pada:
BAB I
BENTUK DAN KEDAULATAN
Pasal 1
(2)
Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Bagaiman bunyi
atau penjelasan Pasal 1 ayat (2), sesuai yang tersurat dan atau tersirat pada
UUD NRI 1945. Walhasil tidak perlu dijabarkan liwat UU. Lebih daripada itu, riwayat
pernasiban rakyat sejak zaman dulu kala, nyaris datar-datar saja. Kendati menjadi
bahan baku, bahan galian pewujudan sila-sila daripada Pancasila.
Artinya, rakyat
tak perlu mendapat stigma, labeling, obyek kebijakan, status kemanusiaan. Jelas
kata rakyat identik dengan sosok manusia karena silsilah, lokalitas geografis
dan topografis, potensi diri gawan bayen maupun kadar darah merah. Secara
anatomis kebangsaan kian menyatakan peran dan posisi strategis sekaligus
dilematis.
Rahasia awam,
umum dan sama-sama tahu. Semangkin kedaulatan rakyat dikuak.
Padahal,
cuplikan sebagian alinea keempat Pembukaan (preambule) UUD NRI 1945 yang tak
mengalami perubahan:
. . . maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada . . .
Jadi antara
frasa “berkedaulatan rakyat” dengan frasa “kedaulatan berada di tangan rakyat”
ada beda pemahaman, penafsiran. Apalagi kalau nyata-nyata dipraktekkan secara
seksama, menerus.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar