gebrakan moral rakyat jelata vs revolusi mental anak
jalanan
Jargon politik, idiom
politik menjadi andalan kawanan partai politik yang multimanfaat. Satu pihak
untuk menghantam lawan politik. Membangkitkan sentimen, emosi pendengar sesuai
kemajuan zaman teknologi informasi dan komunikasi. Sejalan dengan menancapkan
jualan ideologi politiknya.
Politik adu domba
peninggalan penjajah Belanda mengalami adaptasi, modifikasi, sinkronisasi. Di tangan
ahlinya membuat banyak pihak perpukau. Orator kolaborator, kesusupan paham
pihak ketiga, merasa kuat dan yakin diri. Propaganda politik tanpa norma
kebangsaan yang sedang bangkit.
Tentu jauh pasal dari semangat
mempertahankan kemerdekaan bangkit berkat daya orator pemimpin bangsa. Kepemimpinan
lokal sadar akan agresi penjajah dan atau kaki tangannya. Kalau tidak dilawan
sekarang, kapan lagi. Kemampuan beretorika menjadi andalan atau menutupi fakta
lainnya (yang ini cerminan zaman terkini).
Tradisi Jawa ,memandang kekusaan
bersifat homogen, masif, konkret dan konstan secara totalitas dan tidak
berimplikasi moral. Fenomena dan fatamorgana tentang sistem kekuasaan Jawa yang
khayali menjadi peletak dasar warna politik Indonesia.
Olok-olok politik bukti
kemunduran peradaban politik bangsa. Ketika manusia dan atau orang kehabisan
akal untuk bermain cantik, pakai jurus ujaran nista, mencaci maki. Gembala pengadu
domba ikut andil karena ada kesamaan arus pendek dengan bangsa penjajah,
Belanda. Diperkuat merah-nya Merah-Putih yang beralih makna.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar