Halaman

Sabtu, 15 Agustus 2020

wibawa hukum vs tarif perkara


wibawa hukum vs tarif perkara

Baca santai laporan “Pemikiran Kritis dan Strategi Pembaruan Hukum”. Hasil Konferensi Ilmiah Hukum dan HAM 2019, oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, Kementerian Hukum dan HAM. Hotel Puri Denpasar Jakarta, 29 Oktober 2019.

Main cuplik pada Ucapan Selamat Datang. Tersurat:

Permasalahan pembangunan bidang hukum yang dihadapi saat ini, antara lain adalah kondisi terlalu banyaknya peraturan perundang-undangan (hyper regulation), disharmoni/tumpang tindihnya regulasi, tata kelola regulasi yang belum optimal serta kerangka regulasi yang belum efektif yang berdampak pada ketidakpastian hukum.

Berdasarkan Annual World Regulatory Index yang dirilis oleh Bank Dunia, pada tahun 2017, Indonesia menempati rangking ke 92 dari 193 negara. Pada sisi lain, pelaksanaan sistem peradilan, baik pidana maupun perdata dalam mengawal penegakan hukum masih belum optimal dalam memberikan kepastian hukum dan meningkatkan kepercayaan masyarakat. Hal ini misalnya dapat dilihat dari masih rendahnya tingkat eksekusi putusan perkara perdata, sistem pemidanaan yang masih mengedepankan pemenjaraan, dan masih lemahnya pengelolaan data penanganan perkara pidana.

Saatnya memakai olah kata sendiri, mandiri. Bermula, berawal dari rasa syukur plus, bahwasanya klausa “aparat penegak hukum” masih disebutkan. Tentunya termasuk lema ‘perkara’. Menariknya karena tak terdapat lema ‘wibawa’ dan lema ‘tarif’. Menjadi tantangan pengolah kata, menampilkan menjadi judul dan enak disimak.

Masalah klasik yang tetap asyik. Hukum nasional buatan manusia tergantung tingkat kemauan, kebutuhan, kepentingan pihak pencetak UU dan produk turunannya. Aneka pasal yang ditetapkan dan atau diterapkan merupakan kompromi politik. Proses legislasi identik dengan biaya politik. Peran investor politik sesuai asas globalisasi alias ideologi pasar bebas dunia.

Lagu lawas teranyarkan. Hukum bergulir sesuai pihak yang berperkara. Jalan tegak gagah hukum sudah mempertimbangkan faktor keselamatan, karier, kesejahteraan. Konon, penunjukkan hakim identik dengan jalannya peradilan. Pengacara atau pembela, bentuk lain bobot tersangka. Paket khusus “menang perkara” menjadi adu nyali antar pihak di sidang peradilan. Kalau mau mencari keadilan.[HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar