Halaman

Sabtu, 15 Agustus 2020

niat rebus air mandiri, tunggu kompor istirahat


niat rebus air mandiri, tunggu kompor istirahat

Tak ada dalilnya. Tapi menyerempet pasal anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Khususnya pada usaha keluarga menengah maupun menepi. Adab rumah tangga, keluarga kian bias gender. Gema fakta ketika tulung rusuk alih fungsi menjadi tulang punggung.

Adalah asumsi empiris berpadu dengan sinyelemen normatif. Kendati munculnya kasus mirip gaya insiden tapi insidental. Grafik ritme kehidupan seseorang pakai asas keterkaitan ke belakang maupun keterkaitan ke depan. Jebakan masa stagnan bukan cari amannya. Pengalaman menyelesaikan persoalan hidup bukan jaminan sebagai ahli yang layak.

Bersyukur saat sampai rumah dari belanja, pas azan ashar. Asupan gizi pelengkap 4 sehat 5 sempurna diri tak pakai cadangan atau penimbunan sementara. Makanan pokok masih andalan peran serta aktif dan nyata pada proses pencernaan individual. Keterlambatan pasokan tidak mempengaruhi kinerja perut.

Satu sachet kopi hitam, aroma bakaran terasa diisapan hidung. Disedu air mendidih, ditutup agar matang dan tetap hitam. Siapkan oplosan aneka susu putih, bubuk kedelai di cangkir ukuran manula. Utamakan sholat ashar sambil tunggu kompor masih beroperasi. Mengkukus bahan baku yang beda karakter. Apalagi pakai semburan api minimalis, bisa ditinggal santai.

Apa daya, daya apa. Panggilan perut karena energi diserap kaki. Bahan yang dikukus tak keluarkan aroma. Berdasarkan lama pakai, dipastikan sudah layak santap. Asas normatif antrian, ganti pemain. Ternyata, bahan kukusan masih mentah dalam. Butuh waktu lebih lama ketimbang memproduknya.

Memang berhasil meneguk isi ulang energi terpakai kaki. Ironis, muncul haus yang lain. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar